ilustrasi suntikan (IDN Times/Arief Rahmat)
Berbeda dengan imun bawaan, sel imun T pada sistem imun adaptif belajar untuk mengenali patogen pada bakteri dan virus serta meningkatkan respons imun agar bisa mencegah infeksi yang sama di masa mendatang.
Jumlah sel T akan tetap konstan selamanya, tetapi jumlah sel T yang tidak terdiferensiasi terus menyusut selama bertahun-tahun, karena makin banyak sel T yang berkomitmen untuk menangani infeksi tertentu. Seiring bertambahnya usia, imun adaptif makin lemah dan tidak bisa memerangi infeksi virus, bakteri, hingga jamur dengan efektif.
Vaksinasi hanya sedikit membantu imun yang sudah usang pada lansia. Hal tersebut dipaparkan sebuah riset di AS berjudul "Aging and influenza vaccine-inducedimmunity" dalam jurnal Cellular Immunology tahun 2020. Sebagai tolok ukur, vaksin influenza secara rutin malah mengurangi respons antibodi pada tubuh lansia.
ilustrasi vaksinasi (pexels.com/Gustavo Fring)
Selain itu, imun adaptif yang lemah juga membuka celah bagi cytomegalovirus (CMV) untuk menginvasi tubuh lansia. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), setengah dari populasi orang dewasa di AS mengidap CMV dan mayoritas adalah asimtomatik.
Akan tetapi, menurut studi gabungan di AS, Jerman, dan Kanada dalam jurnal Frontiers in Immunology tahun 2017, CMV bisa menguras persediaan sel imun dan menggerus efektivitas vaksin flu pada lansia.
"Penuaan, bersama dengan CMV seropositif, memengaruhi respons imun terhadap infeksi dan vaksinasi influenza sebagai hasil dari banyak mekanisme interaksi," ujar studi tersebut.
Mengingat tingginya angka kematian yang berhubungan dengan influenza di populasi kelompok lansia (> 65 tahun), riset tersebut menggaungkan perlunya pengembangan lebih lanjut terhadap vaksin influenza, terutama untuk lansia.
Selain pengembangan vaksin yang memakan waktu tidak sebentar, apa saja yang bisa kita lakukan untuk memerangi penuaan sistem imun pada tubuh?