Dilansir dari laman Verywell Mind, gangguan makan cukup banyak ditemukan pada remaja. Faktor yang berpengaruh termasuk tekanan sosial untuk punya tubuh langsing. Media sosial, pemberitaan, dan lingkungan pergaulan sering kali membentuk kesadaran bahwa tubuh yang ideal adalah yang kurus langsing.
Banyak remaja yang mengalami masalah pencitraan tubuh (body image), sehingga membuat mereka melakukan banyak cara untuk menurunkan berat badan. Misalnya olahraga gila-gilaan hingga diet ekstrem.
Ada studi yang menyebut bahwa 1-2 persen remaja mengalami gangguan makan. Bahkan, gangguan ini bisa dialami sejak usia 12 tahun.
Gangguan makan yang perlu diwaspadai adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan binge-eating disorder.
Pada anoreksia nervosa, penderita mengira dirinya gemuk, sehingga sangat membatasi asupan makanannya. Sering kali penderita olahraga berlebihan dan hanya makan dalam jumlah sangat sedikit. Kondisi ini lama-lama bisa mengakibatkan penipisan tulang, tekanan darah rendah, dan kerusakan di otak dan jantung. Pada kasus yang parah, akibatnya bisa fatal.
Pada kasus bulimia, biasanya remaja akan banyak berlebihan (binge-eating). Namun, sebagai kompensasi mereka diam-diam akan memuntahkan makanannya tersebut, penggunaan laksatif, atau olahraga secara berlebihan. Dampaknya secara fisik adalah dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pencernaan, dan kerusakan gigi.
Sementara itu, remaja dengan binge-eating disorder akan makan secara berlebihan dalam satu waktu. Pemicunya bisa umumnya bersifat emosional, mungkin karena stres atau marah. Mereka merasa nyaman saat makan banyak, tapi setelahnya akan tumbuh rasa malu dan bersalah. Bila dibiarkan, lama-lama para remaja ini bisa mengalami tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.