ilustrasi vaksinasi COVID-19 pada ibu hamil (uchicagomedicine.org)
Tercatat dua ibu dari dua bayi yang mencetak titer anti IgG <250 U/mL menerima vaksin dosis kedua lebih dari 20 minggu sebelum melahirkan. Sementara, tiga ibu hamil mencatat interval lebih dari 20 minggu antara periode vaksinasi dan melahirkan, tetapi bayi mereka mencatat titer anti IgG >250 U/mL.
Penelitian ini mencatat titer anti-S IgG yang tinggi pada ibu hamil yang interval antara vaksinasi dan persalinannya cukup panjang. Namun, karena para peneliti belum tahu berapa lama antibodi ini bertahan pada bayi, penelitian lebih mendalam terhadap durasi antibodi di masa pertumbuhan dan populasi yang lebih luas amat diharapkan.
ilustrasi ibu hamil yang divaksin COVID-19 (rutgers.edu)
Meski merupakan kabar baik, tetapi penelitian ini juga memiliki kekurangan. Tim peneliti mencatat bahwa salah satu kekurangan penelitian ini adalah mereka tidak mengambil darah ibu hamil untuk memastikan korelasi tingkat antibodi ibu dengan titer anti-S IgG pada plasenta bayi baru lahir.
"Namun, dengan tingkat [antibodi] tinggi yang terlihat dalam darah tali pusat, korelasi tersebut dianggap kurang relevan secara klinis," tulis para peneliti.
Vaksinasi untuk ibu hamil didorong oleh faktor risiko pada ibu hamil yang rentan terkena COVID-19 gejala parah yang dapat membahayakan baik sang ibu dan buah hati. Dengan temuan ini, diharapkan para ibu hamil bisa makin yakin dengan manfaat vaksin COVID-19 untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya.
"Temuan kami menambah daftar alasan penting mengapa perempuan disarankan untuk menerima vaksin COVID-19 saat hamil. Penelitian ini menunjukkan manfaat vaksin pada bayi baru lahir dan potensi perlindungan dari penyakit COVID-19 di hari-hari pertama kehidupan."