Mengulangi pernyataan dr. Piprim, dr. Eka mengatakan bahwa AKIUO masih misterius dan belum diketahui penyebab utamanya. Menurutnya, AKIUO bisa terjadi secara multifaktorial. Inilah yang menjadikannya sulit dihadapi.
Dokter Eka menekankan bahwa pasien anak yang memiliki riwayat gangguan ginjal akut harus dipantau terus fungsi ginjalnya, minimal 1 tahun sekali. Urine bisa menjadi tolok ukur untuk memeriksa fungsi ginjal.
“Jadi jika ada yang tidak beres dengan urine, itu bisa jadi skrining yang baik untuk melihat fungsi ginjal," imbuh dr. Eka.
Meluruskan perbedaan gagal ginjal akut dan gangguan ginjal akut, dr. Eka mengatakan bahwa gagal ginjal akut adalah cedera ginjal akut stadium 3. Ia meluruskan bahwa gagal ginjal akut bukanlah target, melainkan gangguan fungsi ginjal mana pun harus sedini mungkin dilaporkan.
“Kita juga ingin menjaring gangguan ginjal stadium 1 dan 2 supaya hasil pengobatan jadi lebih baik,” tutur dr. Eka.
ilustrasi ginjal (unsplash.com/averey)
Dokter Eka menjelaskan bahwa gangguan ginjal akut, meski yang sudah mencapai tahap gagal ginjal akut, berpeluang pulih total bila menjalani proses penyembuhan. Pulih total ini dalam artian bisa lepas dari hemodialisis dan ginjalnya memproduksi urine secara normal.
"Namun, bila terkena infeksi berat atau dehidrasi, bisa berisiko gangguan fungsi ginjal lagi. Ini yang harus dipantau," tambah dr. Eka.
Merunut berbagai penelitian, dr. Eka mengatakan bahwa 30 persen kasus penyakit ginjal kronis terjadi pada usia dewasa muda. Meski begitu, ini bukan berarti wajib cuci darah, kecuali jika sudah mencapai stadium 5.
"Ada juga anak-anak yang kondisinya seperti itu, tetapi ini berbeda. Karena akut, terjadinya mendadak dan umumnya pendek, harapan kesembuhan masih tinggi," kata dr. Eka.