Ilustrasi insulin (Pexels.com/Pavel Danilyuk)
Sensitivitas insulin merujuk pada seberapa baik tubuh kita merespons insulin, hormon yang memungkinkan gula darah masuk ke dalam sel-sel untuk digunakan sebagai energi. Pada diabetes tipe 2, tubuh seringkali kehilangan kemampuan untuk merespons insulin dengan baik, sehingga gula darah tetap tinggi.
Dalam penelitian oleh jurnal Nutrition & Metabolism pada tahun 2021, peneliti menemukan intermittent fasting, yaitu mengatur jendela waktu makan, tubuh dapat mengalami perubahan yang menguntungkan terkait sensitivitas insulin. Ketika kita berpuasa atau tidak makan selama beberapa jam, tubuh mulai menggunakan sumber energi yang berbeda, seperti lemak, daripada hanya mengandalkan glukosa dari makanan.
Selama puasa, tubuh perlahan-lahan memproses lemak menjadi energi. Proses ini membantu mengurangi kelebihan lemak di tubuh dan memungkinkan sel-sel kita menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Ketika sensitivitas insulin meningkat, gula darah lebih mudah masuk ke dalam sel-sel. Sehingga dapat membantu mengontrol gula darah dan mencegah lonjakan yang berbahaya.
Intermittent fasting bertindak seperti "pelatihan" bagi tubuh kita. Dengan memberi tubuh jeda dari makanan secara teratur, kita membantu tubuh untuk beradaptasi dan menggunakan sumber energi yang berbeda dengan lebih efisien.
Namun, penting untuk dicatat bahwa intermittent fasting bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Adopsi pola makan sehat secara keseluruhan, aktivitas fisik teratur, dan pengelolaan stres juga sangat penting. Intermittent fasting hanya merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai bagian dari strategi pengelolaan diabetes yang komprehensif.