Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustasi kardiomiopati dilatasi (pexels.com/Los Muertos Crew)

Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy adalah jenis kardiomiopati noniskemik yang paling umum. Dalam kasus ini, kemampuan jantung untuk memompa darah yang kaya akan oksigen ke seluruh tubuh mengalami penurunan karena ruang pemompaan utama jantung, yaitu ventrikel kiri, membesar, melebar, dan melemah. Masalahnya kemudian bisa menyebar ke bilik jantung lainnya.

Dilansir Penn Medicine, kardiomiopati dilatasi bisa menyebabkan masalah katup jantung, aritmia, pembekuan darah di jantung, gagal jantung, hingga bahkan kematian jantung mendadak. Kondisi ini bisa menyerang siapa pun dan pada usia berapa pun. Namun, pria, terutama pria dewasa, lebih mungkin mengembangkan kondisi ini.

1. Penyebab dan faktor risiko

ilustrasi kardiomiopati dilatasi (cidg.org.nz)

Kemungkinan sulit untuk menentukan penyebab kardiomiopati dilatasi. Bahkan, sebagian besar kasusnya tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Meski begitu, banyak hal yang bisa menyebabkan ventrikel kiri melebar dan melemah. Ini termasuk:

  • Komplikasi kehamilan tahap akhir.
  • Diabetes.
  • Kegemukan atau obesitas.
  • Masalah irama jantung (aritmia).
  • Infeksi tertentu.
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi).
  • Penyakit katup jantung, seperti katup mitral atau regurgitasi katup aorta.
  • Zat besi yang berlebihan di jantung dan organ lain (hemokromatosis).

Kemungkinan penyebab lainnya meliputi:

  • Penggunaan obat kanker tertentu.
  • Penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain atau amfetamin.
  • Paparan racun, seperti merkuri, timbal, dan kobalt.
  • Penyalahgunaan alkohol.

Beberapa faktor bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kardiomiopati dilatasi. Ini mencakup:

  • Penyakit katup jantung.
  • Riwayat keluarga dengan kardiomiopati dilatasi, gagal jantung, atau henti jantung mendadak.
  • Peradangan otot jantung karena gangguan sistem kekebalan tubuh seperti lupus.
  • Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang atau penggunaan obat-obatan terlarang.
  • Kerusakan otot jantung karena penyakit tertentu, seperti hemokromatosis.
  • Tekanan darah tinggi jangka panjang.
  • Gangguan neuromuskular, seperti atrofi otot.

Sekitar sepertiga pasien dengan kardiomiopati dilatasi idiopatik mempunyai riwayat keluarga. Ini disebut kardiomiopati dilatasi familial. Dalam pola pewarisan autosomal dominan yang jarang (setidaknya dua anggota keluarga mempunyai kardiomiopati dilatasi idiopatik), kerabat tingkat pertama (orang tua, saudara kandung, anak-anak) mempunyai peluang 50 persen untuk mewarisi kondisi tersebut, dan bisa mengambil manfaat dari skrining risiko atau tindak lanjut dokter.

2. Gejala

ilustrasi sesak napas (kendalathome.org)

Banyak pasien kardiomiopati dilatasi yang tidak mempunyai gejala atau hanya memiliki gejala ringan. Namun, pasien lainnya bisa mengalami gejala yang bisa berkembang seiring memburuknya fungsi jantung, mengutip Cleveland Clinic. Gejalanya bisa muncul pada usia berapa pun. Ini mencakup:

  • Sesak napas.
  • Palpitasi atau berdebar-debar karena aritmia.
  • Pusing atau sakit kepala ringan.
  • Pingsan (disebabkan oleh irama jantung yang tidak teratur, respons abnormal dari pembuluh darah ketika berolahraga, tanpa penyebab yang jelas).
  • Pembekuan darah karena darah mengalir lebih lambat ke seluruh tubuh. Jika bekuan darah pecah, bisa terbawa ke paru-paru (emboli paru), ginjal (emboli ginjal), otak (emboli serebral atau stroke), atau anggota badan (emboli perifer).
  • Kelelahan (merasa terlalu lelah), ketidakmampuan untuk olahraga, atau melakukan aktivitas seperti biasa.
  • Pembengkakan pada tungkai dan kaki.

3. Komplikasi yang dapat terjadi

ilustrasi serangan jantung (pixabay.com/Pexels)

Dilansir Mayo Clinic, komplikasi akibat kardiomiopati dilatasi bisa meliputi:

  • Gagal jantung: Jantung tidak bisa memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika tidak diobati, gagal jantung bisa mengancam nyawa.
  • Aritmia: Perubahan ukuran dan bentuk jantung bisa mengganggu ritme jantung.
  • Katup jantung bocor (regurgitasi katup jantung): Kardiomiopati bisa mempersulit katup jantung untuk menutup. Darah bisa bocor ke belakang melalui katup jantung.
  • Serangan jantung mendadak: Kardiomiopati dilatasi bisa menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdetak.
  • Bekuan darah: Pengumpulan darah di ruang jantung kiri bawah bisa mengakibatkan pembekuan darah. Jika gumpalan memasuki aliran darah, maka mereka bisa memblokir aliran darah ke organ lain, termasuk jantung dan otak. Kondisi ini juga bisa menyebabkan stroke, serangan jantung, atau kerusakan pada organ lain. Aritmia juga bisa menyebabkan pembekuan darah.

4. Diagnosis

ilustrasi diagnosis kardiomiopati dilatasi (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Kardiomiopati dilatasi didiagnosis berdasarkan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, dan tes lainnya. Tes khusus kemungkinan mencakup tes darah, elektrokardiogram (EKG), rontgen dada, ekokardiogram, tes stres olahraga, kateterisasi jantung, CT scan, pemindaian MRI, dan studi radionuklida.

Terkadang, biopsi miokard bisa dilakukan untuk menentukan penyebab kardiomiopati. Selama biopsi miokard berlangsung, sampel jaringan kecil diambil dari jantung dan diperiksa di bawah mikroskop untuk menentukan penyebab kardiomiopati.

Anggota keluarga dari pasien kardiomiopati dilatasi idiopatik familial harus diskrining untuk kardiomiopati dilatasi. Pengujian akan sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Tes genetik tersedia untuk mengidentifikasi gen abnormal. Peneliti sedang mencari cara untuk mengidentifikasi gen abnormal. Diskusikan dengan dokter mengenai skrining keluarga.

5. Pengobatan

ilustrasi beta-blocker (library.neura.edu.au)

Pengobatan kardiomiopati dilatasi ditujukan untuk mengobati penyebab gagal jantung bila memungkinkan. Sesudah pasien didiagnosis, tujuan utama pengobatan adalah untuk meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi gejala. Pasien biasanya mengambil beberapa obat untuk mengobati kardiomiopati dilatasi.

Selain itu, dokter juga akan merekomendasikan perubahan gaya hidup yang nantinya bisa mengurangi gejala dan rawat inap, serta meningkatkan kualitas hidup.

Obat-obatan digunakan untuk dua alasan, yaitu:

  • Untuk meningkatkan fungsi jantung.
  • Untuk mengobati gejala dan mencegah komplikasi.

Untuk mengelola gagal jantung, kebanyakan orang akan membaik dengan mengambil beta-blocker dan ACE inhibitor, bahkan saat tidak memiliki gejala. Jika gejala terjadi dan/ atau memburuk, maka bisa ditambahkan dengan digoksin, diuretik, dan penghambat aldosteron.

Obat lain akan ditambahkan sesuai kebutuhan pasien. Misalnya, jika pasien menderita aritmia, maka dokter kemungkinan akan memberi pasien obat untuk mengontrol detak jantungnya atau mengurangi terjadinya aritmia. Selain itu, pengencer darah juga bisa digunakan untuk mencegah terjadinya pengumpalan darah. Dokter akan mendiskusikan obat apa yang terbaik untuk pasiennya.

Perubahan gaya hidup meliputi diet. Begitu pasien mengalami gejala seperti sesak napas atau kelelahan, maka ia harus membatasi asupan garam (natrium) hingga 2.000 hingga 3.000 mg per hari. Ikuti diet rendah sodium bahkan saat gejala tampaknya sudah mereda. Kebanyakan garam yang tertelan,berasal dari makanan olahan. Selain mengeluarkan pengocok garam dari meja dan ketika memasak, baca semua label makanan untuk kandungan natrium dan ukuran porsi sehingga pasien bisa melacak asupan natiumnya.

Pembedahan kemungkinan disarankan untuk mengobati penyakit katup, bekas luka, otot jantung tipis sesudah serangan jantung atau malformasi kongenital. Selain itu, beberapa pasien kemungkinan juga mendapat manfaat dari penyisipan alat bantu ventrikel kiri. Prosedur mengharuskan pasien untuk memenuhi kriteria yang ketat dan mengalami gagal jantung stadium akhir yang lanjut.

Transplantasi jantung atau pilihan bedah gagal jantung lainnya juga bisa dijadikan alternatif untuk mengobati kondisi ini.

Itulah deretan fakta medis seputar kardiomiopati dilatasi. Jika memiliki tanda atau gejala yang mengarah pada kondisi ini, segera periksakan diri ke dokter. Makin cepat penyakit ini didiagnosis dan mendapat pengobatan, maka makin besar juga peluang kesembuhannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team