Pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi terikat di brankar kaku setelah melaporkan menelan satu pulpen dan dua kateter intravena. Riwayat medisnya meliputi skizofrenia dengan halusinasi auditorik dan impulsivitas, yang ditangani dengan obat-obatan seperti yang disebutkan di atas. Riwayat lainnya adalah merokok berat dan penggunaan crack (jenis narkoba) sejak usia 12 tahun; riwayat keluarga, alergi, dan traveling tidak ada hal yang menonjol.
Saat masuk ke rumah sakit, tanda vital stabil tanpa keluhan saluran cerna yang signifikan atau gejala psikiatri akut. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan tanda peritonitis (peradangan pada peritoneum, lapisan tipis yang melapisi bagian dalam perut dan menutupi organ-organ di dalamnya).
Endoskopi saluran cerna atas mengonfirmasi adanya benda asing di lambung, tetapi pengangkatan endoskopik lengkap tidak memungkinkan. Dilakukan laparotomi eksplorasi. Selama operasi, dokter bedah mengambil pulpen dari lambung dan satu kateter intravena dari jejunum (usus kosong di bagian tengah usus halus). Usus tampak normal, tidak ditemukan adanya perforasi maupun infeksi.
Pada hari-hari berikutnya, pasien dirawat inap untuk observasi, tanpa keluhan saluran cerna dan toleransi makan baik. Namun, meski telah dipasangi pembatasan mekanis, pasien tetap menunjukkan agitasi psikomotor (ditandai dengan tidak bisa diam bersantai, dan terus-menerus gelisah), upaya melarikan diri, dan menelan benda asing tambahan, termasuk tiga elektroda monitor jantung dan satu oksimeter.
Tim medis memperketat pembatasan dan meningkatkan dosis dexmedetomidine hydrochloride infus kontinu (0,2–0,7 mcg/kg/jam, sesuai kebutuhan klinis) untuk mengendalikan agitasi.
Pasien mengalami beberapa kali rawat inap setelahnya karena kekambuhan perilaku menelan benda asing.
Menurut para penulis dalam laporannya, kasus ini menyoroti kompleksitas penatalaksanaan pasien skizofrenia dengan allotriofagia, suatu kondisi yang bukan hanya berisiko fisik tetapi juga membawa tantangan psikiatri dan sosial yang signifikan. Perilaku menelan benda asing menekankan perlunya pemantauan berkelanjutan dan pendekatan terapeutik terpadu, mengombinasikan pengobatan farmakologis, dukungan psikologis, dan intervensi sosial. Kekambuhan perilaku ini menunjukkan sulitnya mengendalikan impulsivitas dan pentingnya dukungan terstruktur, termasuk keterlibatan keluarga dan institusi.
Referensi
Sarah B Guttman et al., “Allotriophagy in a Patient With Schizophrenia: A Case Report,” Cureus, June 19, 2025, https://doi.org/10.7759/cureus.86375.