Rapid test masih menjadi alat uji COVID-19 yang paling banyak digunakan di Indonesia. Alasannya sederhana, karena lebih murah, mudah diakses, dan memberikan hasil dalam waktu yang cepat.
Hasil rapid test bahkan diandalkan untuk melamar kerja, menggunakan transportasi umum jarak jauh, hingga sebagai syarat kembali bekerja di kantor. Namun, banyak ahli yang menentang tes cepat ini karena akurasinya yang rendah. Orang yang dinyatakan negatif belum tentu terbebas dari virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19. Begitu pula sebaliknya.
Sementara itu, opsi lain untuk uji COVID-19 adalah tes PCR atau tes swab. Akurasinya memang lebih tinggi dan bisa diandalkan daripada rapid test, tetapi harganya jauh lebih mahal. Hal ini pun menimbulkan dilema di kalangan pakar dan masyarakat.
Melalui wawancara eksklusif daring bersama Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab), pakar mikrobiologi Universitas Indonesia, Prof. Pratiwi Sudarmono, angkat bicara mengenai hal ini dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh masyarakat. Berikut penjelasannya!