Manfaat yang satu ini pasti sudah diketahui oleh masyarakat luas. Konsumsi serat yang cukup dapat mencegah sembelit. Akan tetapi, sama seperti kasus kolesterol, hubungan konsumsi serat dan sembelit pun dipertanyakan.
Menurut para peneliti dari The First Affiliated Hospital of Soochow University, Tiongkok, pada 2012, asupan serat makanan memang meningkatkan frekuensi feses. Namun, serat tidak memperbaiki konsistensi feses, mendukung keberhasilan pengobatan, mengurangi penggunaan obat pencahar, dan rasa sakit saat buang air besar.
Beberapa peneliti dari Singapura pun menemukan bahwa sembelit idiopatik dan gejalanya dapat diredakan setelah mengurangi asupan serat!
"Jadi, tidak ada bedanya, dong?"
Tunggu dulu, ada penjelasannya!
Umumnya, serat larut yang meningkatkan kadar air pada tinja memiliki efek pencahar perut, sedangkan serat padat yang menambah massa kering tinja tanpa meningkatkan kadar airnya menyebabkan sembelit. Serba salah, ya?
Lagi-lagi, solusinya ternyata adalah serat larut. Bukan sembarangan serat larut, melainkan membentuk gel di saluran pencernaan dan tidak difermentasi oleh bakteri usus. Serat larut macam ini adalah psyllium dan sorbitol.
Para peneliti dari University of Iowa Carver College of Medicine pada 2011 memaparkan bahwa sorbitol lebih ampuh dalam menyembuhkan sembelit dibandingkan psyllium. Kamu dapat menemukan sorbitol di dalam buah plum.
Perlu diingat, untuk mencegah dan mengobati sembelit, kamu harus tahu jenis serat yang tepat. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi serat untuk sembelit.