ilustrasi kopi hitam (freepik.com/chandlervid85)
Selain genetika, faktor lain seperti gaya hidup juga dapat memengaruhi respons terhadap kafein. Merokok, konsumsi obat-obatan tertentu, dan kondisi medis seperti ADHD dapat memodifikasi cara tubuh bereaksi terhadap kafein.
Efek kafein dapat bervariasi secara luas dari orang ke orang. Menurut studi, kontrasepsi oral dapat mengurangi aktivitas CYP1A2 dan meningkatkan sensitivitas terhadap kafein (Clinical Pharmacology & Therapeutics, 1991).
Penelitian lain menunjukkan bahwa merokok juga dapat meningkatkan aktivitas CYP1A2, yang memungkinkan perokok memetabolisme kafein lebih cepat (Basic & Clinical Pharmacology & Toxicology, 2005). Oleh karena itu, perokok yang berhenti mungkin perlu mengurangi konsumsi kopi karena mereka lebih sensitif terhadapnya.
Orang dengan gangguan hiperaktivitas dan perhatian atau ADHD cenderung memiliki otak yang kurang terstimulasi dan tidak mendapatkan cukup dopamin. Menurut studi, kafein sebagai stimulan dapat meningkatkan kadar dopamin di otak. Hal ini bisa membantu individu dengan ADHD untuk keluar dari kondisi defisit dan mencapai tingkat fungsi yang lebih optimal (Translational Psychiatry, 2015).
Dengan kata lain, kafein dapat memberikan dorongan yang bermanfaat bagi mereka dengan ADHD, membantu meningkatkan tingkat kewaspadaan dan fokus mereka.
Minum kopi tidak hanya tentang menikmati cita rasa dan aroma, tetapi juga tentang bagaimana tubuh merespons kafein dalam minuman tersebut. Dengan pemahaman tentang aspek genetika dan faktor lain yang memengaruhi interaksi tubuh dengan kafein, kamu bisa lebih bijak dalam menyesuaikan konsumsi kafein sesuai batas aman.