ilustrasi obat GLP-1, contohnya Ozempic (IDN Times/Novaya Siantita)
Penggunaan obat GLP-1 di AS meningkat pesat, diperkirakan dari hampir 6 persen pada awal 2024 menjadi 12 persen pada 2025. Pengguna perempuan lebih banyak (15 persen) dibanding laki-laki (kurang dari 10 persen). Obat ini paling populer di kelompok usia 40–64 tahun.
Alasannya sederhana, karena obat GLP-1 efektif dan membantu mengendalikan nafsu makan.
Obat ini, seperti semaglutide (merek Ozempic atau Wegovy), bekerja dengan meniru hormon alami GLP-1 yang dilepaskan tubuh setelah makan. Hormon ini berperan mengatur kadar gula darah sekaligus mengendalikan nafsu makan. Saat obat masuk ke tubuh, reseptor GLP-1 di pankreas, otak, dan saluran pencernaan akan teraktivasi. Akibatnya, produksi insulin meningkat ketika kadar gula darah tinggi, sementara hormon glukagon (yang biasanya menaikkan kadar gula) akan ditekan. Proses ini membantu menstabilkan kadar gula darah sekaligus memperlambat pengosongan lambung, sehingga makanan bertahan lebih lama di perut. Efeknya, rasa kenyang muncul lebih cepat dan bertahan lebih lama.
Selain itu, obat ini juga memengaruhi area otak yang mengatur nafsu makan, terutama di hipotalamus, membuat keinginan makan dan hasrat terhadap makanan tinggi kalori berkurang. Kombinasi efek ini membantu menciptakan defisit kalori alami, yang akhirnya menyebabkan penurunan berat badan.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa GLP-1 agonis dapat memperbaiki metabolisme lemak dan menurunkan peradangan yang terkait obesitas. Namun, obat ini tidak “membakar” lemak secara langsung seperti olahraga. Pengguna tetap disarankan untuk menjaga pola makan dan beraktivitas fisik agar hasilnya lebih optimal dan berkelanjutan.
Meski demikian, fakta lapangannya banyak orang yang menggunakannya dengan alasan kosmetik, atau cuma ingin menurunkan sedikit saja berat badan.
Kesimpulannya, obat GLP-1 memang efektif, tetapi penggunaannya harus diawasi secara ketat oleh dokter.