Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi overeating.
ilustrasi pria yang overeating (freepik.com/KamranAydinov)

Intinya sih...

  • Overeating jangka pendek saat liburan umumnya tidak langsung merusak kesehatan orang sehat.

  • Risiko meningkat pada orang dengan kondisi medis tertentu dan jika pola makan ini berulang atau terus berlanjut.

  • Strategi sederhana dan realistis bisa membantu menikmati liburan tanpa “balas dendam” ke tubuh.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Liburan hampir selalu identik dengan meja makan yang lebih penuh dan bervariasi dari biasanya. Aneka lauk-pauk dari berbagai daerah, camilan, kue manis, minuman manis dan bersoda, rasanya tak habis-habis. Saat liburan, apalagi jika ada acara kumpul-kumpul, makan bukan cuma mengisi perut, tetapi bagian dari perayaan dan kebersamaan.

Dalam momen ini, saat makan lebih banyak atau lebih sering dari biasanya, beberapa orang mungkin merasa bersalah lalu khawatir upaya hidup sehat selama ini gagal, takut berat badan naik, takut gula darah melonjak, atau asam lambung naik.

Banyak orang bertanya-tanya, apakah makan berlebihan selama masa liburan benar-benar berdampak besar bagi kesehatan, atau ini cuma kekhawatiran yang terlalu dibesar-besarkan?

Jawabannya tidak sesederhana itu. Overeating saat liburan memang umum dan biasanya cuma sementara. Namun, dampaknya bisa berbeda-beda tergantung kondisi tubuh, riwayat kesehatan, dan bagaimana pola makanmu setelah liburan.

Apakah overeating saat liburan berisiko bagi kesehatan?

Secara perilaku, overeating saat liburan adalah hal yang sangat umum. Studi observasional menunjukkan bahwa banyak orang mengalami peningkatan asupan kalori selama periode libur, dengan rata-rata kenaikan berat badan sekitar 0,3–1 kg selama musim liburan akhir tahun. Kenaikan ini tampak kecil, tetapi sering kali tidak sepenuhnya turun kembali setelah liburan berakhir.

Kabar baiknya, bagi orang dewasa yang sehat secara metabolik, overeating singkat selama beberapa hari hingga satu minggu tidak langsung menyebabkan kerusakan kesehatan permanen. Tubuh memiliki mekanisme kompensasi—mulai dari perubahan nafsu makan, pengeluaran energi, hingga sensitivitas insulin—yang membantu kembali ke keseimbangan setelah periode makan berlebih.

Namun, risiko menjadi lebih nyata pada orang dengan kondisi medis tertentu. Orang dengan diabetes, GERD, sindrom metabolik, penyakit jantung, atau gangguan makan bisa mengalami efek yang lebih cepat dan signifikan, seperti lonjakan gula darah, refluks asam yang memburuk, atau episode siklus binge–restrict yang berulang. Jadi, konteks tubuh sangat menentukan apakah overeating saat liburan akan menjadi masalah atau tidak.

Risiko kesehatan dari overeating saat liburan

ilustrasi makan berlebihan (pexels.com/Alena Darmel)

Dalam jangka pendek, overeating bisa memicu keluhan pencernaan seperti perut begah, kembung, mual, refluks asam, hingga gangguan tidur. Makan besar pada malam hari, yang umum terjadi saat liburan, dapat memperburuk kualitas tidur dan meningkatkan gejala GERD.

Dari sisi metabolik, konsumsi tinggi gula, lemak jenuh, dan makanan ultraproses dalam waktu singkat dapat menyebabkan lonjakan glukosa darah dan trigliserida. Penelitian menunjukkan bahwa bahkan overeating selama beberapa hari dapat menurunkan sensitivitas insulin sementara, terutama pada individu yang sudah memiliki faktor risiko metabolik.

Risiko lain yang sering luput adalah aspek psikologis. Pola “balas dendam makan” saat liburan, diikuti rasa bersalah dan diet ketat setelahnya, dapat memperkuat hubungan yang tidak sehat dengan makanan. Siklus ini berhubungan dengan stres, citra tubuh negatif, dan risiko gangguan makan di kemudian hari.

Cara mengendalikan overeating saat liburan

Pendekatan paling realistis bukanlah melarang diri sendiri, melainkan mengelola ekspektasi. Mengizinkan diri kamu menikmati makanan khas liburan dalam porsi wajar, bukan impulsif, lebih efektif daripada strategi menerapkan pantangan total yang malah dapat berujung pada makan berlebihan.

Menjaga ritme makan tetap teratur juga penting. Melewatkan sarapan atau makan siang demi “menabung kalori” justru meningkatkan risiko overeating pada malam hari. Studi menunjukkan bahwa pola makan teratur membantu mengontrol asupan kalori harian dan respon hormon lapar.

Strategi sederhana lain termasuk memperbanyak sayur dan protein di piring, minum air sebelum makan, makan lebih pelan, serta tetap bergerak ringan seperti berjalan kaki setelah makan. Aktivitas fisik ringan membantu regulasi glukosa darah dan pencernaan tanpa harus “menebus dosa” dengan olahraga berlebihan.

Overeating saat liburan, dalam batas wajar dan waktu singkat, umumnya bukan bencana kesehatan bagi orang yang sehat. Tubuh manusia dirancang cukup adaptif untuk menghadapi fluktuasi asupan energi, selama ini tidak berlanjut.

Daripada menghitung kalori secara ketat, yang lebih penting adalah menjaga hubungan yang sehat dengan makanan. Liburan seharusnya menjadi momen merayakan hidup, bukan sumber kecemasan baru. Dengan pendekatan yang lebih sadar, fleksibel, dan berbasis kebutuhan tubuh, menikmati makanan saat liburan tetap bisa berjalan beriringan dengan menjaga kesehatan jangka panjang.

Referensi

Jack A. Yanovski et al., “A Prospective Study of Holiday Weight Gain,” New England Journal of Medicine 342, no. 12 (March 23, 2000): 861–67, https://doi.org/10.1056/nejm200003233421206.

Kevin D. Hall et al., “Energy Balance and Its Components: Implications for Body Weight Regulation,” American Journal of Clinical Nutrition 95, no. 4 (March 21, 2012): 989–94, https://doi.org/10.3945/ajcn.112.036350.

Tiberiu Hershcovici and Ronnie Fass, “Relationship between Gastroesophageal Reflux Disease and Sleep,” Practical Manual of Gastroesophageal Reflux Disease, January 25, 2013, 195–220, https://doi.org/10.1002/9781118444788.ch12.

Charlotte Brøns et al., “Impact of Short‐term High‐fat Feeding on Glucose and Insulin Metabolism in Young Healthy Men,” The Journal of Physiology 587, no. 10 (March 31, 2009): 2387–97, https://doi.org/10.1113/jphysiol.2009.169078.

Janet Polivy and C. Peter Herman, “Dieting and Binging: A Causal Analysis.,” American Psychologist 40, no. 2 (January 1, 1985): 193–201, https://doi.org/10.1037/0003-066x.40.2.193.

Heather J Leidy et al., “The Role of Protein in Weight Loss and Maintenance,” American Journal of Clinical Nutrition 101, no. 6 (April 30, 2015): 1320S-1329S, https://doi.org/10.3945/ajcn.114.084038.

Editorial Team