Salah satu peneliti dari Brigham and Women's Hospital dan Harvard T.H. Chan School of Public Health, Scott Dryden-Peterson, MD, MSc, menjelaskan bahwa terlihat mutasi di area SARS-CoV-2 yang "tidak disasar Paxlovid", kecuali protease. Jadi, Paxlovid masih andal dalam memerangi COVID-19.
Meski begitu, Dryden-Peterson menyayangkan masih banyak pasien yang tidak memanfaatkan Paxlovid. Hal ini didukung oleh data yang dimuat Nature. Sejak diberikan izin penggunaan darurat (EUA) pada Desember 2021 silam, dari 10 juta Paxlovid yang ada di AS, hanya 6,7 juta yang terpakai.
Salah satu yang membuat orang ragu adalah misinformasi tentang Paxlovid, seperti kasus rebound COVID-9 setelah Paxlovid. Sempat terjadi pada kasus COVID-19 Presiden ke-46 AS, Joe Biden, rebound ini berarti kambuhnya gejala COVID-19 setelah menyelesaikan terapi Paxlovid.
Sebenarnya, rebound COVID-19 terjadi di kalangan pasien COVID-19 yang tidak menerima Paxlovid. Meskipun penelitian awal menunjukkan bahwa Paxlovid memicu rebound virus (5 persen) dan gejala (12 persen), kejadian rebound tersebut juga terjadi pada pasien COVID-19 yang tidak menjalani terapi sama sekali.
ilustrasi tes COVID-19 (unsplash.com/Mufid Majnun)
Untuk pasien COVID-19 yang berisiko tinggi mengalami gejala parah, Dryden-Peterson menekankan untuk menerima Paxlovid. Bahkan, risiko rebound seharusnya bukanlah sebuah ancaman.
"Meski tidak nyaman, rebound [setelah Paxlovid] tetap ringan. Untuk kebanyakan orang, [efek] ini sepadan [dengan manfaatnya] karena Paxlovid secara drastis mengurangi keparahan COVID-19," tutur Dryden-Peterson, dilansir Health.
Selain Paxlovid, Dryden-Peterson juga menekankan satu hal yang penting dalam penanganan COVID-19, yaitu deteksi dini.
Tidak hanya untuk pemberian Paxlovid yang tepat dan efektif, deteksi dini juga untuk menghindari potensi rawat inap dan kematian. Masalahnya, hanya 40 persen pasien COVID-19 dalam studi Dryden-Peterson yang tahu kondisinya sebelum ke rumah sakit.
"Kebanyakan orang yang dirawat akibat COVID-19 bahkan tidak tahu sebelum terjangkit gejala serius," tambah Dryden-Peterson.
Dengan beredarnya alat tes COVID-19 mandiri, Dryden-Peterson menyarankan untuk menguji diri sendiri di rumah jika merasakan gejala-gejala umum COVID-19. Selain melindungi diri, langkah ini juga bisa melindungi orang-orang sekitar kita, terutama yang berisiko tinggi mengalami komplikasi dan kematian akibat COVID-19.