ilustrasi pria memakai simbol HIV (pexels.com/Anna Shvets)
Pada akhir tahun 1980-an, sebelum ada obat untuk mengobati HIV, sekitar tiga perempat orang yang menderita AIDS terkena PCP. Namun, sekarang terapi antiretroviral (ARV) membuat orang dengan HIV tidak mengembangkan AIDS dan tidak banyak dari mereka yang terkena PCP.
ARV mulai diperkenalkan oleh para ahli pada tahun 1996 sebagai respons atas tingkat keberhasilan yang rendah di antara orang yang hanya memakai satu obat HIV pada satu waktu. Dilansir Medical News Today, ARV mempunyai efek sebagai berikut:
- Menghentikan virus berkembang biak di dalam darah.
- Mengurangi jumlah HIV dalam darah.
- Meningkatkan jumlah sel CD4, yang merupakan sel kekebalan yang menjadi sasaran virus.
- Menghentikan penyebaran virus ke orang lain.
- Mengurangi risiko komplikasi yang parah.
- Meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
- Mencegah HIV berkembang menjadi AIDS atau memperlambat kemajuan ini.
Tidak semua orang dengan HIV akan mengembangkan AIDS. Namun, hal tersebut bisa terjadi, biasanya dalam waktu 10 hingga 15 tahun, jika seseorang dengan HIV tidak mendapatkan pengobatan ARV.
Pada orang dengan AIDS, PCP masih merupakan infeksi oportunistik yang paling umum, penyakit yang terjadi lebih sering atau lebih buruk pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Selain itu, seseorang kemungkinan besar terkena PCP saat jumlah CD4 (sejenis sel darah putih) kurang dari 200.
Dilansir WebMD, orang yang memiliki HIV dan terkena PCP delapan kali lebih mungkin perlu dirawat inap dibandingkan dengan mereka yang terkena PCP namun tidak menderita HIV. Bahkan dengan pengobatan, PCP dapat mematikan bagi orang yang hidup dengan AIDS.