Umumnya, makanan yang melalui proses pengolahan tanpa ditambahkan bahan kimia atau buatan tertentu cenderung tidak berbahaya.
Sebaliknya, makanan ultra-proses biasanya rasanya enak dan harganya terjangkau, tetapi dapat memiliki berbagai efek berbahaya. Sebab, makanan ultra-proses biasanya ditambahkan berbagai bahan yang bisa bahaya bila dikonsumsi berlebihan.
Beberapa contoh makanan ultra-proses meliputi:
- Makanan beku atau siap saji.
- Makanan yang dipanggang, seperti piza, kue, dan masih banyak lagi.
- Roti kemasan.
- Produk keju olahan.
- Sereal sarapan.
- Kerupuk, keripik, atau makanan ringan sejenis.
- Permen dan es krim.
- Mi dan sup instan
- Daging olahan, seperti sosis, nugget, ham, dan sejenisnya
- Soda dan minuman manis lainnya
Menurut sebuah studi besar yang melibatkan lebih dari 100.000 orang dewasa, mengonsumsi 10 persen lebih banyak makanan olahan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner, dan gangguan serebrovaskular (BMJ, 2019).
Studi lainnya terhadap sekitar 20.000 orang dewasa menemukan bahwa mengonsumsi lebih dari empat porsi makanan olahan setiap hari dapat meningkatkan risiko semua penyebab kematian. Setiap porsi tambahan dapat meningkatkan risiko penyebab kematian sebesar 18 persen (BMJ, 2019).
Makanan olahan, terlebih makanan ultra-proses, mengandung lemak trans yang tinggi.
Biasanya, minyak biji atau sayuran olahan digunakan karena murah dan tahan lama. Kemudian, hidrogen juga kerap ditambahkan ke dalam minyak nabati cair guna membuatnya lebih cepat, sehingga akhirnya makanan olahan mengandung banyak sekali lemak trans.
Lemak trans dapat meningkatkan peradangan atau inflamasi dalam tubuh, meningkatkan kadar kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL), dan menurunkan kadar kolesterol baik atau high-density lipoprotein (HDL).
Mengonsumsi lemak trans dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Kemudian, peningkatan 2 persen asupan energi dari lemak trans saja sudah menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 23 persen (Journal of Diabetes & Metabolic Disorders, 2019).