ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Aditya Pratama)
Pengobatan leptospirosis bergantung pada tingkat keparahannya.
Untuk kasus ringan, kebanyakan ahli menyarankan agar antibiotik tidak langsung diberikan. Biasanya, orang yang terinfeksi cukup mendapatkan cairan yang cukup, istirahat, serta pengendalian demam dan nyeri. Jika diperlukan, dokter dapat meresepkan antibiotik oral seperti doxycycline, amoxicillin, atau ampicillin.
Pada kasus yang lebih serius, penanganan intensif diperlukan dan antibiotik diberikan secara intravena, misalnya penicillin G, sefalosporin generasi ketiga, atau erythromycin.
Pasien dengan bentuk berat seperti sindrom Weil biasanya membutuhkan perawatan di unit intensif karena risiko gangguan banyak organ dan kemungkinan memburuk secara cepat. Jika terjadi gagal ginjal, kortikosteroid kadang digunakan meski masih menjadi perdebatan. Gangguan pernapasan akibat infeksi di paru dapat menyebabkan kesulitan bernapas, bahkan perlu bantuan ventilator.
Selain itu, terapi tambahan bisa meliputi obat tetes mata, diuretik, serta obat pendukung jantung seperti dopamin dosis khusus ginjal.
Walaupun bentuk ringan dari leptospirosis jarang berakibat fatal, tetapi bentuk berat seperti sindrom Weil memiliki tingkat kematian yang tinggi jika tidak ditangani segera dan tepat.
Leptospirosis adalah penyakit yang bisa menyerang manusia maupun hewan. Penularannya paling sering terjadi melalui urine hewan yang terinfeksi, tetapi bisa juga menyebar lewat air atau tanah yang tercemar.
Meski kebanyakan kasus tergolong ringan, tetapi penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius dan bahkan mengancam nyawa. Jadi, pengobatan sedini mungkin sangat penting agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan.
Untuk mencegah infeksi, hindari kontak langsung dengan urine hewan dan air tawar, terutama setelah banjir. Bagi yang bekerja dengan hewan, seperti di peternakan atau rumah potong, sangat dianjurkan memakai alat pelindung diri.
Segera konsultasikan ke dokter jika kamu mengalami gejala seperti demam, muntah, diare, leher kaku, atau sakit kepala.
Referensi
Farhang Babamahmoodi and Abdolreza Babamahmoodi, “Leptospirosis: New Insights and Researches,” in IntechOpen eBooks, 2025, https://doi.org/10.5772/intechopen.1008892.
Widodo, Tanri Yunanto, and Laura Zhevania Florenti Edison. Risk Factors and Prevention of Leptospirosis in Indonesia: A Review. Faculty of Public Health, University of Halu Oleo, Indonesia. Journal of Health Science and Pharmacy 2, no. 1 (January–April 2025). ISSN: 3090-6148.
"About Leptospirosis." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Juli 2025.
"Leptospirosis." Pan American Health Organization. Diakses Juli 2025.
W. W. Stiles, “Leptospiral Infection (Weil's Disease) As an Occupational Hazard,” JAMA 118, no. 1 (January 3, 1942): 34, https://doi.org/10.1001/jama.1942.02830010036009.
Federico Costa et al., “Global Morbidity and Mortality of Leptospirosis: A Systematic Review,” PLoS Neglected Tropical Diseases 9, no. 9 (September 17, 2015): e0003898, https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0003898.
"Leptospirosis: Symptoms, Causes, and Treatment." WebMD. Diakses Juli 2025.
Wang S, Dunn N. Leptospirosis. [Updated 2024 Sep 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441858/