Sindrom Rett: Penyebab, Gejala, Komplikasi, dan Pengobatan

Sindrom Rett adalah kelainan genetik saraf yang memengaruhi perkembangan otak, yang hampir secara eksklusif menyerang anak perempuan. Penyakit langka ini ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan awal yang normal, lalu diikuti perlambatan perkembangan secara bertahap. Mulai dari terlambat bicara hingga gangguan bergerak.
Berdasarkan keterangan dari National Organization for Rare Disorders, sindrom Rett adalah penyebab paling umum kedua dari kecacatan intelektual yang parah setelah sindrom Down.
Dilansir Medical News Today, kasus sindrom Rett sangat jarang, terjadi pada sekitar 1 dari setiap 10.000-15.000 kelahiran anak perempuan hidup.
Dilansir National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), sindrom Rett pertama kali diidentifikasi oleh Andreas Rett, dokter asal Austria yang pertama kali mendeskripsikannya dalam sebuah artikel jurnal pada tahun 1966. Baru sesudah artikel kedua tentang gangguan ini diterbitkan pada tahun 1983 oleh peneliti dari Swedia, Bengt Hagberg, sindrom Rett akhirnya diakui secara umum.
1. Penyebab
Seperti diterangkan pada laman NINDS, hampir seluruh kasus sindrom Rett disebabkan oleh mutasi pada gen pengikat metil CpG proten 2 atau MECP2.
Para ilmuwan mengidentifikasi gen MECP2 pada tahun 1999. Gen MECP2 berisi instruksi untuk sintesis protein yang disebut dengan methyl cytosine binding protein 2 (MeCP2), yang diperlukan untuk perkembangan otak.
Selain itu, gen tersebut bertindak sebagai salah satu dari sekian banyak sakelar biokimia yang bisa meningkatkan ekspresi gen atau memberi tahu gen lain kapan harus mematikan dan berhenti memproduksi protein uniknya sendiri.
Nah, karena gen MECP2 tidak berfungsi dengan baik pada pasien sindrom Rett, maka jumlah yang tidak mencukupi atau bentuk protein yang abnormal secara struktural dihasilkan dan bisa menyebabkan gen lain diekspresikan secara tidak normal.
Tidak semua orang yang mengalami mutasi gen MECP2 mengembangkan sindrom Rett. Para ilmuwan telah mengidentifikasi mutasi pada gen CDKL5 dan FOXG1 pada individu yang memiliki atipikal atau bawaan sindrom Rett. Namun, mereka masih mempelajari bagaimana mutasi menyebabkan penyakit langka ini.
Para ilmuwan percaya pada kasus yang tersisa, kemungkinan disebabkan oleh penghapusan gen parsial, mutasi di bagian lain dari gen MECP2, atau gen tambahan yang belum diidentifikasi, dan penyebab lainnya masih terus dicari.
Meski sindrom Rett adalah kelainan genetik, tetapi kurang dari 1 persen kasus yang tercatat diwariskan atau diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebanyakan kasus bersifat spontan (sporadis), yang berarti gangguan ini terjadi secara acak.
Walaupun begitu, pada beberapa keluarga pasien sindrom Rett, ada anggota keluarga perempuan lain yang mengalami mutasi gen MECP2, tetapi tidak menunjukkan gejala klinis (carrier).
Sindrom Rett terutama menyerang perempuan karena gen MECP2 ada di kromosom X. Perempuan punya dua kromosom X, sementara laki-laki hanya memiliki satu. Pada perempuan, satu dari setiap dua kromosom X tidak aktif di setiap sel. Mana yang aktif adalah acak. Itulah alasan kenapa tingkat keparahan sindrom Rett sangat bervariasi pada tiap pasien.
Mengingat laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, maka sindrom Rett biasanya mematikan bayi janin laki-laki. Namun, bila janin laki-laki bertahan hingga lahir, kemungkinan besar setelah dilahirkan bayi akan mengalami kasus sindrom Rett yang parah dan akan meninggal pada awal kehidupannya.