Sindrom Syok Toksik: Penyebab, Gejala, Komplikasi, dan Pengobatan

Sindrom syok toksik atau toxic shock syndrome (TSS) adalah kondisi langka namun berpotensi mengancam nyawa, yang disebabkan oleh strain bakteri tertentu yang menghasilkan racun. Hal ini bisa menyebabkan kegagalan organ vital, seperti hati, paru-paru atau jantung.
Dilansir Cleveland Clinic, TSS pertama kali diidentifikasi pada tahun 1978, saat sekelompok anak menjadi sakit karenanya. Selain itu, pada awal tahun 1980-an, kasus TSS dilaporkan di antara wanita yang menggunakan tampon superabsorben selama masa mentruasi mereka.
Meski begitu, wanita yang sedang tidak menstruasi, pria, dan anak-anak, juga bisa terkena kondisi ini. Sekitar 50 persen kasus TSS adalah non-menstruasi. Luka kulit, sayatan bedah, luka bakar, tampon hidung atau prosedur ginekologi bisa meningkatkan risiko terkena TSS.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut deretan fakta medis seputar sindrom syok toksik yang perlu kamu ketahui.
1. Penyebab dan faktor risiko
Dilansir Johns Hopkins Medicine, bakteri berikut biasanya menyebabkan TSS:
- Stafilokokus aureus: Staphylococcus aureus (atau S. aureus) biasanya ada di tubuh seseorang dan tidak menyebabkan infeksi. Karena itu merupakan bagian dari bakteri normal tubuh, dan kebanyakan orang mengembangkan antibodi untuk mencegah infeksi. S. aureus bisa menyebar melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Orang yang mengembangkan TSS biasanya belum mengembangkan antibodi terhadap S. aureus. Oleh karena itu, biasanya tidak dianggap sebagai infeksi menular. Infeksi S. aureus juga bisa berkembang dari infeksi lain, seperti pneumonia, sinusitis, osteomielitis (infeksi pada tulang), atau luka kulit, seperti luka bakar atau bekas operasi. Jika salah satu dari area ini terinfeksi, maka bakteri bisa menembus ke dalam aliran darah. TSS dari infeksi S. aureus diidentifikasi pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, saat tampon berdaya serap tinggi banyak digunakan oleh wanita yang menstruasi. Namun karena perubahan cara pembuatan tampon, insiden TSS yang diinduksi tampon telah menurun.
- Streptococcus pyogenes: Pada Streptococcus pyogenes (atau S. pyogenes), TSS bisa terjadi sebagai infeksi sekuder. Paling umum, ini terlihat pada seseorang yang baru saja menderita cacar air, selulitis bakteri (infeksi pada kulit dan jaringan di bawahnya), mempunyai sistem kekebalan yang lemah, anak-anak dan orang tua, menderita diabetes, penyakit paru-paru kronis atau penyakit jantung.
- Clostridium sordellii: Clostridium sordellii (atau C. sordellii) biasanya ada di vagina dan tidak menyebabkan infeksi. Bakteri bisa memasuki rahim selama menstruasi normal, persalinan, atau prosedur ginekologi lainnya seperti aborsi. Selain itu, penggunaan obat intravena juga bisa menyebabkan infeksi C. sordellii.
Beberapa faktor bisa meningkatkan risiko seseorang mengembangkan TSS. Ini mencakup:
- Luka operasi.
- Infeksi lokal pada kulit atau jaringan dalam.
- Sejarah penggunaan tampon penyerap super.
- Riwayat penggunaan diafragma atau spons kontrasepsi.
- Riwayat persalinan yang baru terjadi, keguguran, atau aborsi.