Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang perempuan memakai celana yang kebesaran.
ilustrasi orang bertubuh kurus (pexels.com/SHVETS production)

Intinya sih...

  • Studi besar di Denmark menemukan bahwa IMT rendah (<18,5) meningkatkan risiko kematian dini hingga tiga kali lipat, sementara sedikit kelebihan berat badan tidak selalu berbahaya.

  • IMT terbukti memiliki keterbatasan sebagai alat ukur kesehatan karena tidak memperhitungkan distribusi lemak, massa otot, pola makan, gaya hidup, maupun faktor genetik.

  • Peneliti menyarankan bahwa rentang “IMT sehat” mungkin perlu direvisi, dengan kisaran 22,5–30 berpotensi menjadi paling aman pada populasi tertentu.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang masih percaya bahwa makin kurus tubuh, makin sehatlah mereka. Anggapan ini sudah lama melekat, apalagi dengan standar kecantikan dan kesehatan yang sering mengagungkan tubuh ramping. Namun, sebuah studi besar dari Denmark justru menghadirkan temuan yang mengejutkan.

Penelitian yang melibatkan lebih dari 85 ribu orang dewasa ini menemukan fakta bahwa orang dengan indeks massa tubuh (IMT) di bawah 18,5 memiliki risiko kematian dini hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan mereka yang IMT-nya berada di kisaran menengah hingga atas dari rentang “sehat”.

Lebih mengejutkan lagi, hasil penelitian ini mengungkap bahwa sedikit kelebihan berat badan tidak otomatis memperpendek usia. Justru, kondisi tubuh yang terlalu kurus terbukti membawa bahaya lebih besar bagi kesehatan.

Hubungan antara berat badan dan risiko kematian

Hasil penelitian memperlihatkan pola kurva berbentuk U antara IMT dan risiko kematian. Artinya, baik orang dengan IMT paling rendah maupun yang paling tinggi sama-sama menghadapi risiko kematian lebih besar.

  • Mereka dengan IMT <18,5 tercatat hampir tiga kali lebih berisiko meninggal lebih cepat.

  • Bahkan yang berada di IMT 18,5–19,9 punya risiko kematian dua kali lipat.

  • Sementara IMT 20–22,4 tetap menunjukkan peningkatan risiko sebesar 27 persen dibanding kelompok rujukan dengan IMT 22,5–24,9.

Di sisi lain, kelompok dengan IMT 25–35, yang secara umum digolongkan sebagai “kelebihan berat badan” hingga “obesitas sedang”, tidak menunjukkan peningkatan risiko kematian yang signifikan. Risiko baru melonjak tajam pada IMT ≥40, dengan risiko kematian meningkat lebih dari dua kali lipat.

Mengapa terlalu kurus bisa berbahaya?

Kehilangan cadangan lemak tubuh membuat tubuh lebih rapuh menghadapi penyakit. Lemak tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan energi, tetapi juga sebagai cadangan penting ketika tubuh melewati masa sulit, misalnya saat menjalani pengobatan kanker seperti kemoterapi. Pasien yang memiliki simpanan lemak lebih cenderung bisa bertahan, karena tubuh masih bisa “menarik cadangan” untuk mempertahankan fungsi vital.

Sebaliknya, orang yang sangat kurus bisa cepat kehabisan cadangan energi, sehingga pemulihan tubuh terhambat.

Selain itu, penurunan berat badan yang tidak disengaja kerap menjadi tanda adanya penyakit serius, misalnya kanker atau diabetes tipe 1. Inilah mengapa IMT rendah tidak boleh diabaikan, karena bisa menjadi indikator adanya masalah kesehatan yang mendasarinya.

Temuan ini menantang anggapan bahwa kurus identik dengan sehat, sementara gemuk selalu berbahaya. Para peneliti bahkan menyarankan bahwa rentang IMT yang dianggap “aman” mungkin perlu ditinjau ulang. Dengan kemajuan pengobatan modern untuk penyakit terkait obesitas, seperti diabetes dan penyakit jantung, rentang IMT 22,5–30 kini mungkin menjadi yang paling aman bagi populasi tertentu, seperti orang Denmark dalam studi ini.

Keterbatasan IMT

ilustrasi lemak perut (IDN Times/Novaya Siantita)

Walaupun dipakai secara luas, tetapi IMT hanyalah alat ukur kasar. IMT tidak memperhitungkan distribusi lemak tubuh, massa otot, pola makan, gaya hidup, maupun faktor genetik.

Selain itu, standar IMT awalnya dibuat hampir dua abad lalu berdasarkan data laki-laki kulit putih Eropa. Hal ini membuat hasil pengukuran tidak selalu relevan untuk semua ras, etnis, atau kelompok budaya. Misalnya, dalam pedoman medis Inggris, ambang risiko diabetes diturunkan untuk populasi Asia dan Afrika karena kecenderungan distribusi lemak yang berbeda.

Karena keterbatasan ini, banyak pakar menilai keputusan medis penting sebaiknya tidak hanya bergantung pada IMT, tetapi juga dilengkapi dengan pemeriksaan darah, pencitraan medis, serta evaluasi gaya hidup.

Data dari Denmark ini masih bersifat awal karena baru dipresentasikan di sebuah konferensi medis, sehingga perlu penelitian lanjutan. Namun, pesan utamanya tidak boleh diabaikan, bahwa terlalu kurus lebih berbahaya daripada memiliki sedikit kelebihan berat badan.

Kesimpulannya bukanlah bahwa kurus itu buruk dan gemuk itu baik, melainkan bahwa IMT tidak bisa menjadi satu-satunya tolok ukur kesehatan. Tubuh manusia itu kompleks dan kesehatan harus dinilai dari berbagai aspek, bukan cuma IMT ataupun angka pada timbangan.

Referensi

"Overweight and obesity don’t always increase the risk of an early death, Danish study finds." American Association for the Advancement of Science (AAAS). Diakses September 2025.

Lucienne Roh et al., “Mortality Risk Associated With Underweight: A Census-linked Cohort of 31,578 Individuals With up to 32 Years of Follow-up,” BMC Public Health 14, no. 1 (April 16, 2014), https://doi.org/10.1186/1471-2458-14-371.

"Being too thin can be deadlier than being overweight, Danish study reveals." Science Daily. Diakses September 2025.

Olga Golubnitschaja et al., “Caution, ‘Normal’ BMI: Health Risks Associated With Potentially Masked Individual underweight—EPMA Position Paper 2021,” The EPMA Journal 12, no. 3 (August 17, 2021): 243–64, https://doi.org/10.1007/s13167-021-00251-4.

Matthias Blüher, “Metabolically Healthy Obesity,” Endocrine Reviews 41, no. 3 (March 4, 2020), https://doi.org/10.1210/endrev/bnaa004.

Sabrina Strings, “How The Use of BMI Fetishizes White Embodiment and Racializes Fat Phobia,” The AMA Journal of Ethic 25, no. 7 (July 1, 2023): E535-539, https://doi.org/10.1001/amajethics.2023.535.

Editorial Team