Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah dasar di Estarreja, Portugal, hanya satu kilometer dari kompleks industri yang telah lama memproduksi polyvinyl chloride (PVC). Lokasi ini dianggap berkontribusi pada tingginya kadar polutan, meski arah anginlah yang kemudian menunjukkan potensi sumber sebenarnya.
Dengan menggunakan teknologi analisis mutakhir Pyr-GC-Orbitrap-MS, para peneliti meneliti 70 sampel udara dari empat ruang kelas (anak usia 3–11 tahun) dan halaman sekolah.
Mereka menemukan enam jenis polimer plastik (makromolekul yang tersusun dari banyak unit monomer berulang melalui ikatan kimia, bersifat fleksibel, ringan, dan tahan lama sehingga umum digunakan sebagai bahan plastik), termasuk polymethyl methacrylate, polypropylene, nylon-6,6, nitrile butadiene rubber, polystyrene, dan PVC, serta jejak bahan kimia lain seperti ftalat, nikotin, dan pestisida.
Rata-rata, konsentrasi mikroplastik di dalam ruang kelas mencapai 21,8 ng/m³, lebih tinggi dibandingkan udara luar yang “hanya” 13,4 ng/m³. Bahkan, polystyrene terdeteksi di setiap sampel udara kelas, seakan plastik ini tak pernah benar-benar pergi.
Studi juga menunjukkan, anak-anak usia 6–7 tahun memiliki paparan tertinggi, dengan perkiraan 1,57 nanogram plastik per kilogram berat badan per hari. Jumlah ini mungkin masih lebih rendah dari kondisi sebenarnya karena pengukuran hanya berfokus pada partikel PM₁₀, yang sebagian tidak bisa terhirup dalam.
Menariknya, kadar mikroplastik lebih tinggi pada musim semi dibanding musim dingin. Hal ini kemungkinan terkait suhu dan kelembapan yang lebih tinggi, yang mempercepat proses pecahnya material plastik menjadi partikel mikro.