Dengan temuan studi terbaru di Inggris ini, apakah KIPI vaksin COVID-19 perlu diedukasikan? Dihubungi oleh IDN Times pada Sabtu (28/8/2021), Ketua Komnas KIPI, Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.TropPaed, KIPI COVID-19 amat rendah dibandingkan dengan jumlah dosis yang disuntikkan.
Prof. Hindra menjelaskan bahwa reaksi vaksin COVID-19 berupa trombosis memang tidak dapat diprediksi dan dapat menyerang siapa saja. Namun, kejadian ini bukan hanya disebabkan suntikan vaksin COVID-19. Faktor komorbiditas seperti penyakit jantung dan tingginya kadar kolesterol ikut memengaruhi.
"Memang, ada yang setelah vaksin lalu melaporkan trombosis juga, biasanya 3-4 hari, 2 minggu, atau 1 bulan setelah disuntik. Namun, apakah ada hubungan langsung, belum diketahui. Datanya menunjukkan kalau trombosis karena penyakit lain jauh lebih tinggi dibandingkan trombosis setelah vaksin COVID-19," ujar Prof. Hindra.
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Prof. Hindra mengingatkan bahwa para pemberi vaksin yang tersebar di seluruh Puskesmas di Indonesia telah dilatih sesuai dengan panduan vaksinasi COVID-19 global dan dibekali penjelasan vaksinasi untuk penerima vaksin.
Oleh karena itu, tidak ada kesenjangan informasi vaksinasi di seluruh Indonesia. Jadi, segera laporkan ke dokter atau pemberi vaksin bila terjadi KIPI berupa:
- Sakit kepala
- Kesulitan bernapas
- Sakit perut
- Kaki bengkak
Amat disarankan bagi para penerima vaksin untuk tidak menyembunyikan KIPI serius. Dengan melaporkan sejak dini, KIPI vaksin COVID-19 bisa ditangani dan dapat mencegah kematian akibat reaksi vaksin.
"Jika KIPI dilaporkan dini, maka kemungkinan untuk ditangani dan sembuh jauh lebih besar," tandas Prof. Hendra.