Namun, "konfirmasi lebih lanjut" yang diminta WHO kemungkinan besar akan lebih sulit. Dalam laporannya, WHO menyatakan kekhawatirannya mengenai berkurangnya testing COVID-19 oleh negara-negara anggota. WHO menegur bahwa data COVID-19 jadi tidak akurat dan tidak tepat waktu.
"[Hal] ini menghalangi kemampuan kami untuk melacak keberadaan virus, penyebarannya, dan evolusinya, berbagai informasi dan analisis yang penting untuk mengakihir fase akut dari pandemik ini," tegur WHO.
WHO tidak segan-segan memperingatkan bahwa hal ini bisa berujung pada meningkatnya angka rawat inap dan kematian akibat COVID-19. Selain itu, WHO menekankan bahwa berkurangnya testing bisa memperlambat respons dunia terhadap varian COVID-19 baru (jika ditemukan).
ilustrasi sedang menjalani tes PCR (thequint.com)
UKHSA juga memperingatkan WHO untuk tidak langsung mengambil keputusan (untuk menjadikan XE sebagai variant of concern [VOC]). Salah satu alasannya adalah karena data dari WHO masih tergolong baru. UKHSA menekankan bahwa kasus XE berkontribusi hanya lebih dari 1 persen dari keseluruhan kasus.
Pada dasarnya, angka penularan XE tidak berbeda secara signifikan dari BA.2. Sementara WHO mengestimasi penularan XE adalah sekitar 10 persen, UKHSA juga mengatakan bahwa XE memiliki tingkat penularan pada 9,8 persen di atas BA.2.
"Seiring perubahan estimasi karena pembaruan data, angka ini tidak bisa dijadikan patokan pasti angka penularan dari varian rekombinan ini. Angka-angka XE masih terlalu minim untuk dianalisis berdasarkan kawasannya," ungkap UKHSA.
Itulah tadi beberapa fakta soal varian terbaru COVID-19 yaitu XE. Selalu pastikan untuk membaca perkembangan pandemik dari sumber terpercaya, ya!