ilustrasi pasangan yang sedang berkonflik (freepik.com/jcomp)
Masalah dalam hubungan dengan pasangan bisa terjadi, karena hubungan seksual pada perempuan dengan vulvodinia bisa terasa menyakitkan.
Dilansir HealthyWomen, menurut sebuah penelitian yang disponsori National Institutes of Health dan dilakukan di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School, Amerika Serikat, dan dilaporkan oleh National Vulvodynia Association:
- Sebanyak 65 persen perempuan dengan vulvodinia merasa tak punya kontrol terhadap tubuhnya
- Sebanyak 60 persen melaporkan bahwa kondisi tersebut berdampak pada kualitas hidup mereka
Hampir 2 dari 3 perempuan (60 persen) dengan vulvodinia tidak bisa melakukan hubungan seksual karena nyeri yang diakibatkannya. Antisipasi nyeri vulva dapat meningkatkan kecemasan dan menyebabkan banyak perempuan menghindari hubungan seks.
Menahan diri dari seks dapat memengaruhi citra diri, dan episode nyeri yang berulang dikombinasikan dengan antisipasi nyeri juga dapat menyebabkan kejang otot di sekitar vagina (vaginismus), sehingga semakin sulit mencapai penetrasi vagina.
Sebagai tambahan, beberapa perempuan dengan vulvodinia mungkin mungkin dibebani oleh masalah kesehatan lainnya, termasuk sistitis interstisial, fibromialgia, sindrom iritasi usus besar, sindrom kelelahan kronis, serta gangguan sendi temporomandibular atau otot.
Kurangnya kesadaran tentang kondisi ini di kalangan profesional medis, ditambah dengan stigma yang dikaitkan perempuan dengan kelainan genital, membuat diagnosis dan pengobatan menjadi lebih menantang. Akibatnya, banyak perempuan tidak tahu mengapa mereka mengalami nyeri vulva yang begitu parah yang dapat berdampak pada hubungannya dengan pasangan.
Studi dalam jurnal Pain and Therapy tahun 2012 menyebut bahwa perempuan dengan vulvodinia bisa menjalani kehamilan normal, dan dalam beberapa kasus tingkat nyeri menurun selama kehamilan. Meski demikian, perempuan dengan kondisi ini dilaporkan lebih cenderung menjalani persalinan sesar.