ilustrasi dirawat inap di rumah sakit (unsplash.com/Ali Yahya)
Dikarenakan ejakulasi retrograde bisa memengaruhi aktivitas seksual, kebanyakan laki-laki biasanya akan menempuh langkah pengobatan untuk mengatasi kondisi ini.
Dilansir Harvard Health Publishing, kemungkinan sembuh bagi pasien yang mengalami ejakulasi retrograde akibat kerusakan saraf parah sangat kecil.
Pada dasarnya, pengobatan dan perawatan untuk ejakulasi retrograde tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Misalnya, jika ejakulasi retrograde karena konsumsi obat-obatan, maka berhenti mengonsumsi obat tersebut dalam jangka waktu tertentu atau mengganti obat biasanya dapat membantu.
Dilansir dari berbagai sumber, obat untuk mengobati ejakulasi retrograde biasanya adalah imipramine, midodrine, brompheniramine, chlorpheniramine, phenylephrine, pseudoephedrine, atau ephedrine.
Meskipun dianggap efektif, tetapi harus diketahui bahwa obat-obatan tersebut bisa menyebabkan efek samping atau berinteraksi dengan obat lain. Maka dari itu, konsumsinya harus di bawah pengawasan dokter.
Dilansir Medical News Today, untuk meminimalkan infertilitas, pengobatan dengan jalur pembedahan untuk mengeluarkan sperma seperti aspirasi sperma testis (TESA), aspirasi sperma epididimis perkutan (PESA), dan ekstraksi sperma testis (TESE) mungkin akan direkomendasikan.
Selanjutnya, sperma yang telah dikeluarkan akan melewati tahap-tahap tertentu seperti fertilisasi in vitro (IVF) atau inseminasi intrauterin (IUI).
Walaupun ejakulasi retrograde tidak berbahaya dan tidak menyebabkan nyeri, tetapi komplikasi berupa infertilitas atau kemandulan bisa terjadi. Kondisi ini bahkan bisa mengancam hubungan dengan pasangan, khususnya bila ingin mendapat keturunan.
Bila kamu mengalami tanda dan gejala ejakulasi retrograde, sebaiknya segera konsultasi dengan dokter agar bisa segera diketahui penyebabnya dan ditangani dengan tepat.