Dalam poin-poin sebelumnya, jelas bahwa kelompok biseksual menjadi "samsak" bagi kelompok heteroseksual dan homoseksual. Jadi, mengapa kelompok biseksual dikucilkan oleh kedua kelompok tersebut?
Dari berbagai sumber menyatakan bahwa hal itu karena keduanya menganggap kelompok biseksual sebagai kelompok yang "kebingungan". Kelompok biseksual dianggap sedang mencoba menyortir perasaan mereka sebelum beranjak ke homoseksualitas atau ke heteroseksualitas di tengah usia-usia eksplorasi seksual mereka.
Selain itu, beberapa kalangan homoseksual mengatakan bahwa biseksual adalah kelompok pengecut yang dapat berlindung "di bawah ketiak" kelompok heteroseksual jika keadaan menentang mereka.
Sayangnya, kelompok pria biseksual menghadapi label negatif lebih parah daripada perempuan. Hal ini dapat mengakibatkan depresi dan tindakan gegabah, seperti konsumsi narkoba dan seks bebas yang berisiko tinggi.
"Hal itu dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan terpinggirkan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan hal tersebut mengarah pada penggunaan narkoba yang lebih tinggi, depresi, dan perilaku seksual yang berisiko," imbuh Friedman.
Mencengangkan, Friedman mengatakan bahwa di AS, dari 1,2 juta kelompok biseksual, sebanyak 121,800 orang didata mengidap acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), sedangkan pada 2017 sebanyak 70 persen kelompok homoseksual dan biseksual berkontribusi pada angka pengidap AIDS di AS!
Ia menjelaskan bahwa penolakan dan stigmatisasi tersebut dapat berdampak negatif bagi kelompok biseksual. Karena mereka tidak dapat berinteraksi sosial dalam masyarakat, mereka dapat bertindak desktruktif pada diri sendiri atau orang lain di sekitarnya.
Selain seks yang berbahaya, laman AIDS Info pada Maret 2020 mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya angka pengidap AIDS pada biseksual adalah karena stigma masyarakat, sehingga mereka takut untuk memeriksakan diri dan berobat.
Jika stigma tersebut dapat dihilangkan, bukan tidak mungkin kelompok biseksual bisa lebih dirangkul dalam masyarakat, sehingga pencegahan AIDS dapat dilakukan dalam komunitas biseksual.
"Memiliki data yang menjelaskan mengapa kelompok biseksual mungkin merasa perlu untuk bersikap rahasia tentang orientasi seksualnya sangat berguna bagi orang yang berusaha memerangi stigma dan marginalisasi, yang dapat mengakibatkan depresi dan dampak kesehatan negatif lainnya," kata Friedman.
Sebagai contoh, informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk pemasaran sosial untuk menjangkau masyarakat agar berhenti mengucilkan kelompok biseksual (dan LGBTQ). Hal itu bisa berguna untuk mencegah AIDS dan melakukan pengujian HIV secara lebih luas dalam komunitas biseksual.
"Misalnya, informasi ini dapat memandu intervensi pemasaran sosial dan penjangkauan untuk mengurangi stigma itu, dan meningkatkan tingkat pencegahan, pengujian dan pengobatan HIV dalam komunitas biseksual," tutup Friedman.