ilustrasi sesi terapi seks (pexels.com/SHVETS production)
Penggunaan kondom dianggap dapat mengurangi risiko munculnya reaksi alergi, walau tidak sepenuhnya. Perlindungan ini perlu digunakan saat hubungan penetrasi maupun masturbasi jika kamu alergi terhadap sperma.
Selain itu, pengobatan juga dilakukan sebagai upaya menekan gejala agar tidak muncul. Salah satunya dengan desensitisasi. Sederhananya, terapi ini membantu tubuh terbiasa dengan cairan mani sehingga tidak menunjukkan gejala alergi.
Pada pelaksanaannya, desensitisasi akan melibatkan ahli imunologi untuk menerapkan cairan mani ke dalam vagina atau penis beberapa kali dalam jangka waktu tertentu. Proses desensitisasi akan terus meningkat secara bertahap hingga tubuh mampu menahan paparan air mani.
Setelah perawatan selesai, pasien akan diminta memertahankan konsistensi tubuh dalam merespons cairan sperma. Salah satu praktiknya, dengan meminta pasien berhubungan badan setiap 48 jam sekali.
Selain terapi, dokter mungkin meresepkan obat antihistamin sebagai pencegahan. Obat ini diminum sebelum berhubungan seks yang melibatkan cairan sperma, terlebih jika tidak menggunakan pelindung fisik seperti kondom.
Sebagai bentuk pertolongan pertama, biasanya dokter akan meresepkan EpiPen. Alat ini digunakan langsung ketika pasien merasakan gejala alergi, lalu mendapatkan bantuan medis.
Layaknya alergi lain, alergi sperma dapat berkembang maupun berkurang seiring berjalannya waktu. Namun, perawatan dokter akan mengurangi risiko dan efek samping serius, seperti anafilaksis yang dapat membahayakan nyawa. Hindari meminum obat-obatan atau mendapatkan perawatan tanpa konsultasi medis terlebih dahulu.