4 Film Live Action Disney yang Disukai Kritikus, tapi Dibenci Penonton

Tren adaptasi live action menjadi fenomena yang menjamur di Hollywood dalam beberapa tahun terakhir. Studio-studio raksasa berbondong-bondong memproduksi ulang karya-karya populer, baik gim, komik, atau animasi, dengan sentuhan visual yang lebih modern dan efek khusus yang memukau. Tujuannya tentu saja untuk menarik perhatian generasi baru sekaligus membangkitkan nostalgia para penggemar setia karya-karya tersebut, terlepas dari sumber aslinya.
Disney, sebagai salah satu pemain utama di Hollywood, tentu saja tak ketinggalan dalam tren ini. Mereka telah sukses besar dengan adaptasi live action dari film animasi klasik mereka, seperti Cinderella (2015), Beauty and the Beast (2017), dan Cruella (2021). Namun, tak jarang pula ada beberapa judul yang menuai gesekan antara kritikus dan penonton. Beberapa film bahkan mendapatkan skor yang berlawanan di situs Rotten Tomatoes, di mana kritikus menyukainya, tetapi penonton justru membencinya.
Lantas, apa saja film-film live action Disney yang bernasib demikian? Yuk, kita intip bersama empat film live action Disney yang disukai kritikus, tapi dibenci audiens beserta alasan di baliknya. Siapa tahu ada film favoritmu dalam daftar ini!
1. Rudyard Kipling's The Jungle Book (1994)

Skor Rotten Tomatoes: 80 persen (kritikus) | 56 persen (audiens)
Jauh sebelum menelurkan The Jungle Book (2016) yang mendapat pujian baik dari kritikus dan penonton, Disney lebih dulu merilis versi live-action dari kisah Mowgli pada tahun 1994. Rudyard Kipling's The Jungle Book mengisahkan tentang Mowgli (Jason Scott Lee), seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh serigala di hutan India setelah terpisah dari orang tuanya. Namun, kehidupannya yang damai terancam oleh kehadiran harimau bernama Shere Khan yang bengis dan kehadiran manusia-manusia serakah yang mencari harta karun tersembunyi.
Film ini memang mendapat pujian dari kritikus atas penyajian aksi yang tak henti-hentinya, mirip dengan petualangan seri Indiana Jones, lengkap dengan adegan kejar-kejaran, pertarungan sengit, dan jebakan berbahaya. Efek visual yang digunakan untuk menghidupkan para binatang juga terbilang canggih untuk masanya. Sayangnya, menurut penonton, fokus pada aksi ini justru mengorbankan kedalaman cerita dan pengembangan karakter yang ada di buku maupun versi animasinya.
Alih-alih mengeksplorasi tema-tema kompleks, seperti hukum rimba dan hubungan manusia dengan alam, film ini lebih memilih untuk menyajikan cerita yang lebih ringan dan menghibur. Beberapa karakter juga mengalami perubahan signifikan, seperti Shere Khan yang kehilangan kedalaman dan menjadi sekadar penjahat yang haus darah. Selain itu, film ini juga dituduh memiliki subteks kolonial, di mana Mowgli, sebagai manusia, digambarkan mendominasi dunia hewan.
2. Lady and the Tramp (2019)

Skor Rotten Tomatoes: 67 persen (kritikus) | 49 persen (audiens)
Sampai saat ini, Lady and the Tramp (1955) masih dianggap sebagai film animasi Disney klasik yang penuh kehangatan dan cerita yang abadi. Namun, siapa sangka ketika Disney membuat ulang film ini dalam format live-action di tahun 2019, hasilnya justru memecah belah kritikus dan penonton menjadi dua kubu yang berseberangan.
Lady and the Tramp (2019) bercerita tentang Lady (disuarakan Tessa Thompson), seekor anjing cocker spaniel yang hidup mewah bersama keluarga pemiliknya. Kehidupannya yang nyaman berubah drastis ketika sang pemilik memiliki bayi sehingga membuatnya merasa diabaikan. Lady kemudian bertemu dengan Tramp (Justin Theroux), seekor anjing jalanan yang bebas dan penuh petualangan, yang membantunya untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.
Beberapa kritikus memuji Lady and the Tramp karena visualnya yang indah dan penggambaran karakter anjing yang realistis. Mereka juga mengapresiasi upaya Disney untuk menghilangkan stereotip negatif yang ada di film aslinya, terutama pada karakter kucing Siam. Namun, tak sedikit pula penonton yang merasa kecewa karena film ini terasa terlalu "bersih" dan kehilangan pesona magis dari film animasi klasiknya.
Salah satu poin yang paling banyak dikritik adalah hilangnya beberapa elemen ikonik dari film aslinya, seperti lagu "Siamese Cat Song" yang kontroversial. Selain itu, banyak yang menilai karakter-karakternya kurang berkembang dan alur ceritanya terlalu sederhana. Sejumlah penonton juga merasa film ini gagal menangkap esensi nostalgia dari film animasinya.
3. Mulan (2020)

Skor Rotten Tomatoes: 71 persen (kritikus) | 46 persen (audiens)
Mulan diatur sebagai adaptasi live-action dari film animasi klasik Disney berjudul sama tahun 1998. Kisahnya berpusat pada Hua Mulan (Liu Yifei), seorang perempuan muda yang menyamar menjadi laki-laki untuk menggantikan ayahnya yang sudah tua dalam wajib militer kekaisaran. Sepanjang perjalanannya, Mulan harus berusaha keras untuk membuktikan dirinya di antara para prajurit pria sambil menghadapi ancaman invasi dari bangsa Rouran yang dipimpin oleh Böri Khan (Jason Scott Lee).
Film ini menghadapi beberapa kendala dan kontroversi ketika dirilis. Di satu sisi, penayangannya terganggu oleh pandemik COVID-19, sementara di sisi lain, beberapa penonton merasa tak puas karena sejumlah alasan.
Kontroversi tersebut antara lain komentar kontroversial dari pemeran utama, Liu Yifei, yang mendukung kepolisian Hong Kong saat menghadapi tuduhan penggunaan kekerasan berlebihan terhadap demonstran pro-demokrasi. Selain itu, film ini juga mendapatkan kritikan karena melakukan syuting di wilayah Xinjiang, tempat dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur terjadi. Hilangnya lagu-lagu ikonik dari film animasi aslinya serta kurangnya representasi budaya Tionghoa yang akurat juga menjadi sorotan.
Namun demikian, film ini tetap menerima pujian dari kritikus atas visual yang memukau, adegan laga yang apik, dan penampilan karismatik Liu Yifei sebagai Mulan. Versi live-action ini menawarkan interpretasi yang lebih dewasa dan realistis dari kisah Mulan, dengan penekanan pada nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan kesetiaan. Meski dilingkupi kontroversi, Mulan tetap menjadi tontonan yang menarik dan menghibur, terutama bagi mereka yang belum familier dengan versi animasinya.
4. Peter Pan & Wendy (2023)

Skor Rotten Tomatoes: 65 persen (kritikus) | 11 persen (audiens)
Terakhir, ada Peter Pan & Wendy garapan David Lowery. Lowery sendiri adalah sutradara yang dikenal dengan karya-karyanya yang unik dan arthouse, seperti A Ghost Story (2017) dan The Green Knight (2021). Tak disangka, ketika ia mengambil alih kisah klasik tentang anak laki-laki yang tak pernah tumbuh ini, hasilnya adalah sebuah film yang secara visual memukau, tapi sayangnya kurang menggigit di mata sebagian besar penonton.
Peter Pan & Wendy bercerita tentang Wendy Darling (Ever Anderson), seorang gadis yang enggan menghadapi kenyataan bahwa ia harus beranjak dewasa. Suatu malam, ia bertemu dengan Peter Pan (Alexander Molony), anak laki-laki abadi dari Neverland. Wendy dan kedua adiknya, John (Joshua Pickering) dan Michael (Jacobi Jupe), akhirnya ikut terbang ke Neverland, sebuah pulau ajaib di mana anak-anak tak pernah tumbuh dan penuh petualangan.
Perubahan karakter Wendy ini menjadi salah satu poin utama yang dikritik oleh penonton. Mereka merasa Wendy versi Lowery kehilangan kehangatan dan naluri keibuan yang menjadi ciri khasnya. Selain itu, visual Neverland yang dianggap kurang magis juga menjadi sorotan. Padahal, Lowery dikenal dengan kemampuannya menciptakan visual yang kuat dan atmosferik dalam film-filmnya.
Di luar kritikan penonton, Peter Pan & Wendy tetap memiliki kelebihan yang diamini oleh para kritikus. Film ini menyajikan visual yang indah dan beberapa interpretasi baru yang menarik, terutama pada karakter Kapten Hook (Jude Law) yang lebih manusiawi. Kamu sendiri sudah menontonnya?
Tren adaptasi live action Disney memang selalu jadi perbincangan hangat, ya. Meski beberapa film mendapat pujian dari kritikus, nyatanya tak semua bisa memikat hati penonton karena beberapa alasan, mulai dari perbedaan interpretasi cerita, eksekusi visual yang tak sesuai harapan, hingga kontroversi yang menyertainya.
Tahun ini, tepatnya pada 25 Maret nanti, kita juga akan kedatangan film live action Disney terbaru, yaitu Snow White (2025). Mampukah film ini mengikuti jejak kesuksesan film-film live action Disney lainnya? Atau justru bernasib sama dengan film-film di atas? Mari kita tunggu bersama!