Ketika keyakinan dan identitas yang kita miliki ditantang atau diremehkan, secara naluriah manusia akan tersinggung dan marah. Namun, sebuah studi dari Bosson dan Vandello berjudul "Precarious Manhood and Its Links to Action and Aggression" dalam jurnal Current Directions in Psychological Science menemukan kalau pria akan bersikap lebih agresif dibanding perempuan ketika itu terjadi, terutama bila berkaitan dengan identitas maskulin mereka.
Alasannya tak lepas dari status maskulin yang dianggap precarious (genting). Dalam arti, ini susah didapat dan harus aktif diraih serta dipertahankan validasinya. Sayangnya, umumnya kualitas maskulin yang dimaksud bersifat toksik atau berdasar stigma yang berkembang di masyarakat. Ketika rasa terusik itu datang, muncul istilah fragile masculinity (maskulinitas rapuh). DiMuccio dan Knowles menulis beberapa implikasi dari maskulinitas rapuh itu dalam jurnal Current Opinion in Behavioral Sciences dengan judul "The political significance of fragile masculinity". Beberapa di antaranya yakni stres, kecemasan, keinginan untuk melakukan tindak kekerasan dan menghina, kecerobohan, sampai kecenderungan menjustifikasi ketidakadilan.
Masih belum terbayang implikasi dari maskulinitas rapuh yang dimaksud? Coba tonton beberapa film berikut sebagai demonstrasi.