Setiap orang punya cara dan mediumnya sendiri untuk mengekspresikan pendapat atau melontarkan kritik. Ada yang menggunakan tulisan, ucapan, nyanyian, gambar, dan lain sebagainya. Untuk kasus sineas, tentu lensa kamera yang mereka pilih.
Sebenarnya tidak ada patokan untuk mengemasnya dalam bentuk film dokumenter, tetapi nyatanya format tersebut cukup ideal digunakan untuk kebutuhan menyampaikan kritik dan pesan secara lugas.
Melansir buku Introduction to Documentary karya Bill Nichols, film dokumenter bisa dibagi jadi enam tipe. Tipe paling umum adalah dokumenter ekspositori, ditandai dengan keberadaan komentar verbal tentang satu hal yang didukung dengan video footage.
Tipe kedua adalah partisipatori yang artinya sineas menunjukkan interaksi langsung dengan subjek film, bisa dalam bentuk wawancara, obrolan santai atau lainnya. Ketiga, dokumenter observasi yaitu ketika sineas memilih untuk tidak melakukan disrupsi terhadap apa pun yang dilakukan subjek film.
Jenis keempat adalah dokumenter reflektif yang ditandai dengan interaksi antara sineas atau narator dengan penonton. Kelima, dokumenter performatif yang menyertakan footage atau pengalaman pribadi sineas dalam filmnya. Terakhir, dokumenter puitis yang diidentifikasi lewat penataan visual yang artistik.
Keenam tipe film dokumenter di atas bisa kamu lihat sendiri dalam bentuk karya langsung. Silakan pakai daftar enam sutradara dokumenter di bawah. Mereka dikenal sebagai pegiat film dokumenter paling inovatif dan kritis.
Pertanyaan dan isu yang mereka angkat benar-benar relevan dan thought provoking. Bahkan salah satu dari mereka harus berurusan dengan hukum karena negaranya tidak menganut sistem demokrasi.