Fedi Nuril di konferensi pers film "Sukma" di XXI Gandaria City, Jakarta, Senin (7/9/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)
Banyak yang mengira Fedi Nuril enggan bermain film horor, mengingat ia seringkali berada di dalam film drama-religi. "Katanya sih, film poligami lebih horor lagi, ya," candanya yang disambut gelak tawa seisi bioskop.
Namun, ia sendiri menegaskan kalau hal itu tidak benar. Bagi Fedi, yang terpenting adalah kualitas cerita. Selama ini, ia belum menemukan skrip film horor yang srek dengan kemauannya. Sampai akhirnya, ia membaca naskah buatan Baim Wong.
"Waktu Baim nawarin itu, dia jelasinnya panjang lebar A, B, C, D, 'Ini bukan horor, bro. Ini bla bla bla bla.' Terus saya cuma nanya, 'Ini ada goibnya, nggak?' 'Ada.' 'Ya horor, Im.' Mungkin dia pernah dengar kalau saya anti horor juga, yang itu enggak bener. Nah, begitu saya baca, saya tertarik karena karakternya challenging," ungkapnya.
Menurut Fedi, cerita buatan Baim tak cuma jualan adegan jumpscare, tapi juga punya unsur drama yang filosofis. Fedi sendiri selalu mengincar nilai itu di setiap proyek yang dimainkannya.
"Dramanya kuat. Jadi bukan hanya penampakan, jumpscare, tapi punya nilai filosofis yang mendalam. Saya selalu berusaha mencari itu di film-film saya: punya nilai filosofis yang mendalam. Itu (Sukma) tentang menolak takdir, tentang ambisi, tentang rasa takut yang berlebihan. Itu kenapa saya akhirnya memutuskan untuk menerima film ini," tutupnya.