TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[REVIEW] Dilan 1990: Tuhan Maha Adil, Kecuali Saat Menciptakan Dilan

No spoiler! Sudah membaca novelnya adalah spoiler itu sendiri

Instagram.com/falconpictures_

Suasana kota Bandung pada tahun 1990 terasa kembali di awal 2018. Dilan, seorang pemuda Bandung yang pada tahun 1990 masih duduk di bangku kelas 2 SMA, kembali jadi idola di tahun 2014.

Tahun di mana seorang Pidi Baiq mengemasnya menjadi sebuah cerita panjang di blog pribadi, kemudian dibuat versi novel dan sudah cetak ulang beberapa kali. Tak puas hanya memesona dalam buku, Dilan merambah layar lebar. Diputar serentak di bioskop-bioskop Tanah Air mulai Kamis (25/01) kemarin.

Hari pertama penayangan, saya sengaja menonton di jam kerja dengan harapan studio tidak terlalu ramai. Rupanya saya salah sangka, studio justru nyaris penuh kecuali dua baris terdepan dekat layar.

Mayoritas penontonnya adalah kaum hawa, yang barangkali tengah bermimpi menjadi Milea. Diperjuangkan sebegitu manisnya oleh Dilan.

Film yang diadaptasi dari novel sering diragukan kualitasnya. Kebanyakan memang gagal memuaskan penonton, yang sudah memegang interpretasinya masing-masing saat membaca novel.

Lalu bagaimana dengan Dilan? Review di bawah ini dijamin membuatmu ingin segera menontonnya langsung.

1. Begini jadinya jika sang penulis ikut duduk di kursi sutradara

Instagram.com/film.dilan1990

Selepas sukses merilis novel Dia adalah Dilanku Tahun 1990, Pidi Baiq melanjutkan dengan Dia adalah Dilanku Tahun 1991 dan Milea: Suara dari Dilan. Trilogi yang kabarnya masih akan dibuat lanjutannya ini diakui Pidi sebagai kisah nyata dari seorang kawan.

Pidi awalnya sempat tidak berniat membawa Dilan ke layar lebar. Namun animo para pembaca yang menginginkan Dilan divisualisasikan akhirnya meluluhkan Pidi Baiq.

Bersama Fajar Bustomi, Pidi Baiq selaku penulis ikut duduk di kursi sutradara. Ketika Pidi menuliskan trilogi novel Dilan maka tugasnya berakhir saat buku dicetak.

Tugasnya menciptakan karakter Dilan diambil alih oleh pembaca, akan seperti apa menginterpretasikan sosok Dilan secara personal. Nah, dengan Pidi duduk di kursi sutradara, ia berperan besar membangun Dilan versi nyata, yang mana belum tentu sesuai dengan Dilan versi masing-masing pembaca.

2. Sulit untuk tidak mengatakan, "Sukses!"

Instagram.com/vaneshaass

Lalu bagaimana hasilnya? Menurut saya pribadi yang mengikuti perjalanan Dilan sejak novel pertama hingga ketiga, sulit untuk tidak mengatakan sukses.

Pidi Baiq sukses menciptakan Dilan sejak dari tulisan, hingga muncul dalam diri Iqbaal Diafakhri. Karakter Dilan benar-benar ikonik, melekat hingga tiap detilnya di benak pembaca. Detil-detil itu pula yang tersaji dalam film Dilan 1990 ini.

Bahkan kalau kamu hafal urutan cerita serta dialog antara Dilan dan Milea, menonton film ini seperti menguji ingatan. Baru muncul sedikit adegan saja kamu pasti sudah menggumam pelan atau membatin, “Oh, ini pasti adegan kasih hadiah TTS” atau “Ah ini, yang kerupuknya dibagi dua buat dibawa pulang setengahnya”.

Secara ringkas, menonton Dilan 1990 nyaris sama sensasinya seperti ketika membaca novel Dia adalah Dilanku Tahun 1990.

3. Tuhan Maha Adil, kecuali saat menciptakan Dilan

Instagram.com/film.dilan1990

Itulah kesan pertama yang muncul di benak saya begitu film berakhir: Tuhan Maha Adil, kecuali saat menciptakan Dilan. Segitunya ya? Iya, memang segitunya.

Bayangkan ada seorang badboy tampan tapi gak playboy, romantis, humoris, selalu berusaha melindungi dan membuat pasangannya tersenyum. Jadi incaran guru BP tapi ikut seleksi cerdas cermat, jago bikin puisi, hobi baca buku, koleksi bukunya menggunung di kamar dan punya Bunda yang kekinian pada masanya.

Semua hal pada diri Dilan membuat saya tidak tahan untuk berlelucon, Tuhan Maha Adil ketika menciptakan manusia ada kurang dan ada lebihnya, kecuali Dilan. Kekurangan pada diri Dilan nyaris tertutupi oleh pesonanya.

Dipilihnya Iqbaal Diafakhri sebagai pemeran Dilan menurut saya semakin melengkapi kesempurnaan itu. Tenang, saya sama sekali bukan fans dari Iqbaal. Lalu kenapa saya memuji akting Iqbaal?

4. Kecemasan yang salah alamat pada Iqbaal Diafakhri

Instagram.com/falconpictures_

Vanesha Prescilla lebih dulu dipublikasikan sebagai pemeran Milea. Beberapa kandidat pemeran Dilan muncul setelahnya dan ada nama Iqbaal Diafakhri di sana.

Iqbaal adalah sosok bintang remaja tampan yang punya segudang idola. Namanya melejit lewat Cowboy Junior sebagai penyanyi muda berparas ganteng kinyis-kinyis.

Sangat jauh dari Dilan yang badboy berjuluk 'Panglima Tempur'. Maka tidak heran jika para fans Dilan meragukan kemampuan Iqbaal, begitu diumumkan bahwa dirinya lah yang akan memerankan Dilan.

Rupanya kecemasan itu salah alamat. Menurut saya Iqbaal justru cukup sukses memerankan Dilan. Begini, Dilan adalah sosok cowok sempurna dari tahun 90-an yang diidolakan kaum hawa.

Lalu Iqbaal adalah sosok cowok masa kini yang diidolakan kaum hawa juga. Ada satu kemiripan di antara mereka, yang menjadikan Iqbaal sukses menjembatani Dilan dengan penonton.

Pesona Iqbaal lewat tatapan mata dan wajah imut khas anak SMA, ampuh bikin para penonton senyum-senyum tersipu sepanjang film diputar. Iqbaal memang tidak cukup badboy, tapi adegan bela dirinya boleh juga.

Kesan tengil dan nakalnya disajikan dalam porsi yang pas. Karena menonton film ini bukan hanya soal seberapa sukses Iqbaal memerankan Dilan. Namun lebih kepada suksesnya para pemain membangun atmosfer ke-Dilan-an.

5. Sedikit kejanggalan yang masih bisa termaafkan

Instagram.com/falconpictures_

Sudah saya bilang, Tuhan itu Maha Adil kecuali saat menciptakan Dilan. Bahkan film ini secara keseluruhan pun ada plus minusnya.

Dilan 1990 berlatarkan kota Bandung di tahun 1990 dengan segala kehidupan remajanya pada masa itu. Namun menurut saya, sosok Wati yang diperankan Yoriko Angeline terlalu kekinian baik dari segi penampilan maupun cara bicara.

Justru gaya berpakaian Brandon Salim sepanjang memerankan sosok Beni yang perlu diapresiasi. Rasanya seperti sedang melihat dandanan Warkop DKI, anak gaul era awal 90-an.

Untuk latar tempat nyaris tidak ada masalah. Bahkan kendaraan yang dipakai Bunda Dilan dan Kang Adi pun menyesuaikan dengan zamannya.

Sayang, Ira Wibowo agak kaku memerankan Bunda Dilan, yang dalam novel digambarkan sebagai sosok humoris dan berjiwa muda. Selebihnya, kejanggalan-kejanggalan kecil itu masih bisa dimaafkan.

Verified Writer

Dian Arthasalina

bukan orang penting, kecuali anda mementingkan saya. kadang-kadang ngoceh di instagram @arthasalina

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya