Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Film yang paling dinanti di bulan Oktober, Joker akhirnya rilis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mulai diputar pada 2 Oktober lalu. Seperti yang digembor-gemborkan, film ini memang menyajikan sebuah cerita yang berbeda dan baru dari sosok villain paling populer DC, Joker.
Film ini sendiri mengisahkan latar belakang kehidupan Arthur Fleck a.k.a Joker dan menjawab alasan kenapa ia berubah menjadi sosok 'gila' dan psycho. Hal yang membuat film ini luar biasa adalah penggambaran humanis dari sosok Arthur Fleck, namun kondisi lingkunganlah yang kemudian membuatnya berubah.
Sehingga tanpa disadari penonton akan terbawa emosi dan menggambarkan Joker justru sebagai sosok pahlawan. Terlepas dari pro dan kontra, film ini sendiri menyajikan banyak pelajaran yang patut kita renungkan.
1. Jangan pernah putus asa dalam mengejar mimpi meski jalannya berat
Arthur Fleck terlahir dari keluarga dan lingkungan yang berantakan. Ibunya menderita penyakit mental dan Athur sendiri dalam kondisi mengidap Pathological laughter serta kesulitan dalam urusan pekerjaan.
Namun satu hal yang membuatnya tetap tampak 'normal' adalah impiannya untuk menjadi seorang stand up komedian. Terlepas dari segala kekurangannya, ia selalu tetap berusaha untuk menjadi stand up komedian yang baik dengan belajar dari orang lain dan berani untuk mencoba tampil, meski hasilnya tidaklah memuaskan.
Jalan menuju impian memang berat. Namun pantang menyerah adalah cara paling ampuh untuk mewujudkannya.
Baca Juga: Review Film "Joker": Menertawakan Dunia Lewat Kacamata Komedian
2. Bukan egois, tapi membahagiakan diri sendiri sebelum orang lain itu sangat penting
My mom always tell me to put on a happy face. She told me that i have a purpose to bring laughter and joy to the world
Itulah salah satu monolog dan prinsip yang dimiliki oleh Arthur Fleck sebelum bertransformasi menjadi sosok Joker. Sekilas, ucapan itu tampak benar adanya.
Bukankah untuk membawa kebahagiaan untuk orang lain kita harus membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu? Arthur menunjukkan pada kita bahwa di balik senyum dan topeng badutnya, ia menyimpan rasa sakit yang mendalam.
Meski begitu ia bersikeras untuk membuat orang tertawa. Tetapi, saat harapannya itu tak sesuai realita, rasa sakit dalam dirinya justru semakin menumpuk dan membuatnya terjatuh dalam stres dan depresi.
3. Joker terlahir akibat pengabaian dan ketidakpedulian
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Kota Gotham memang selalu digambarkan sebagai kota yang gelap dalam semesta DC dimana berbagai kejahatan, para kriminal, dan ketidakpedulian seolah lahir di sana.
Film ini menggambarkan jelas bagaimana realita kehidupan yang dialami Joker tampak tak jauh berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Dimana banyak orang sudah kehilangan rasa simpati dan empati, terjadinya jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin, keruhnya dunia perpolitikan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan ketidakpedulian orang-orang tentang isu kesehatan mental.
Kekerasan, pelecehan, rasa curiga, pengabaian, serta trauma masa lalu yang dialami Arthur Fleck inilah yang kemudian membuatnya bertransformasi menjadi sosok Joker, seorang manusia sederhana yang mendambakan kebahagiaan yang berubah menjadi sosok haus darah pencari ketenangan jiwa.
4. Menggugah dunia tentang pentingnya kesadaran isu kesehatan mental
Film Joker mengambil latar kota Gotham tahun 80-an. Arthur Fleck sendiri adalah sosok penyendiri yang menderita Pathological laughter, yaitu sebuah kondisi klinis yang menyebabkan penderitanya mengalami bermacam gangguan neurologis. Salah satunya adalah tertawa yang tiba-tiba dan tak terkendali.
Tak hanya itu, Arthur sendiri tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang tidak sehat, dimana ibunya juga menderita kelainan mental. Bahkan Arthur sering mendapatkan kekerasan fisik sejak kecil dari pacar sang ibu yang pada akhirnya membuat kejiwaannya pun tidak stabil dan kerap mengalami halusinasi dan delusi.
Hal ini semakin diperparah oleh ketidakpahaman dan pengabaian orang-orang di sekitarnya yang kemudian membuat Arthur merasakan kegelapan dan membenarkan kejahatan yang ada dalam pikirannya.
Baca Juga: Dari Gladiator hingga Joker, Ini 7 Transformasi Peran Joaquin Phoenix