TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[REVIEW] Tekken: Bloodline—Apakah Ceritanya Semenarik dalam Game?

Perdana tayang di Netflix, nih!

Tekken: Bloodline (dok. Studio Hibari/Tekken: Bloodline)

Bagi penikmat game lawas khususnya di konsol PlayStation, tentunya sudah gak asing lagi dengan Tekken. Game yang bergenre bela diri ini memang begitu digandrungi dan populer bagi semua kalangan. Terhitung mulai dari Tekken 1 hingga 7, perseteruan antara garis keturunan Mishima memang begitu seru untuk diikuti. 

Sukses dengan game konsol, tentunya ada banyak penggemar Tekken yang menginginkan cerita dalam game diadaptasi menjadi seri anime. Sebelumnya, Tekken telah mendapatkan 2 adaptasi live action dan 1 adaptasi berformat animasi 3 dimensi yang memang agak mengecewakan penggemar. 

Menariknya, Tekken akhirnya mendapatkan adaptasi anime yang berjudul Tekken: Bloodline dan ditayangkan di Netflix pada 18 Agustus 2022, nih. Agar kamu jadi semakin yakin untuk menonton seri ini, penulis sudah merangkum serba-serbi tentang Tekken: Bloodline mulai dari alur cerita hingga proses produksi. Yuk, kita simak review Tekken: Bloodline!

1. Jin Kazama berusaha membalaskan dendam pada Ogre yang membunuh ibunya

Jin berlatih bela diri bersama ibunya. (dok. Studio Hibari/Tekken: Bloodline)

Tekken: Bloodline memulai cerita dengan pengenalan karakter Jin Kazama yang dilatih oleh ibunya di sebuah pulau kecil. Jin yang saat itu masih muda memiliki pemikiran yang pendek dan gampang tersulut amarah ketika dirundung oleh orang-orang. Oleh sang ibu, Jin tak hanya diajari bela diri khas keluarga Kazama, tetapi juga menjaga emosinya dan menggunakan kekuatan hanya untuk kebaikan dan melindungi diri.

Suatu hari, Jin dan Ibunya didatangi sosok misterius yang kemudian disebut Ogre. Diserang secara mendadak, Jin melihat kematian sang ibu karena ia masih sangat lemah untuk membela diri. Sebelum ajal menjemput, ibunya ingin Jin mencari sang kakek, Heihachi Mishima, jika ia tidak selamat dari serangan Ogre. 

Jin kemudian menemui Heihachi dan menjelaskan alasan kematian sang ibu. Demi membalaskan dendamnya, Heihachi kemudian melatih Jin dengan keras dan mengajarkan seni bela diri keluarga Mishima yang berbanding terbalik dengan ajaran ibu Jin. Setelah sukses melatih Jin, Heihachi melanjutkan rencana untuk memancing Ogre keluar dengan mengadakan turnamen Tinju Besi yang diikuti oleh para petarung hebat dari berbagai belahan dunia. 

Karena Jin Kazama menjadi karakter utama dalam seri ini, bisa dipastikan jika alur cerita dalam Tekken: Bloodline diadaptasi dari Tekken 3. Mengingat seri ini hanya mendapatkan porsi enam episode saja, bagi penulis cerita dalam anime ini agak sedikit dipaksakan, bahkan melewatkan banyak pertarungan dan pengenalan karakter yang berpotensi penting dalam seri ini. Seolah-olah, Tekken: Bloodline hanya berfokus untuk menceritakan Jin Kazama. Menurut penulis, akan lebih baik lagi jika adaptasi anime dimulai dari Tekken 1 agar penonton lainnya jadi lebih memahami awal cerita yang disajikan dalam Tekken.

Baca Juga: 5 Film Anime Terbaik Bertema Time Travel, Seru dan di Luar Nalar!

2. Jin mengalami konflik batin ketika harus memilih ajaran bela diri ibunya atau kakeknya

Jin Kazama (dok. Studio Hibari/Tekken: Bloodline)

Pada awal cerita, Jin diajari seni bela diri oleh sang ibu, Jun Kazama. Bela diri yang diajarkan pun begitu halus. Ia tidak diperbolehkan menggunakan kekuatannya untuk menyerang orang lain dan sebisa mungkin hanya digunakan untuk membela diri. 

Setelah kematian sang ibu, Jin mempelajari seni bela diri dari kakeknya, Heihachi Mishima. Lain dari ajaran ibunya yang tidak memperbolehkannya menyakiti siapa pun, ajaran Heihachi lebih keras dan penuh kelicikan. Tak jarang, Jin mengalami dilema apakah harus mengikuti ajaran ibunya atau kakeknya.

3. Animasi semi 3D membuat pergerakan dalam anime menjadi seperti versi game

Jin melawan Hwoarang (dok. Studio Hibari/Tekken: Bloodline)

Digarap dengan kolaborasi Studio Hibari dan Larx Entertainment, Tekken: Bloodline menggunakan animasi semi 3D yang membuat setiap adegan gerak jadi lebih halus layaknya menonton game. Apalagi, percikan hit yang biasanya muncul dalam pertarungan dalam game pun muncul dan menambahkan kesan seru ketika menonton. 

Awalnya, ada banyak penggemar yang cukup skeptis dengan animasi yang dihadirkan dalam Tekken: Bloodline, bahkan membandingkannya dengan beberapa anime yang dianggap punya style sejenis seperti Ex-Arm. Namun, bagi penulis, animasi semi 3D dalam anime ini sudah cukup cocok dan tidak mengganggu jalannya cerita. Meskipun begitu, mungkin seri ini akan jadi lebih baik lagi jika diadaptasi dengan gaya animasi 2D layaknya anime-anime laga lainnya.

4. Musik dikerjakan oleh Rei Kondo dan pengisi suara karakter dalam game juga turut berpartisipasi

Julia, Paul, dan Nina (dok. Studio Hibari/Tekken: Bloodline)

Sepanjang seri berlangsung, kita akan disuguhkan dengan deretan musik pengiring yang brilian oleh Rei Kondo. Tekken: Bloodline sendiri lebih memilih menggunakan opening dan ending tanpa iringan vokal, tetapi masih cukup ear-catching di telinga para penonton. Untuk backsound, Rei Kondo juga membuat anime ini jadi makin seru dengan musik yang sesuai dengan adegan yang disajikan. Meski pengalamannya belum sebanyak komposer lainnya, musik yang Kondo sajikan dalam Tekken: Bloodline tentunya tak kalah dari anime-anime lainnya. 

Beralih ke pengisi suara, Tekken: Bloodline rupanya menghadirkan beberapa seiyu yang juga mengisi suara karakter dalam game Tekken terdahulu, lho. Isshin Chiba (Jin Kazama), Masanori Shinohara (Kazuya Mishima), Mamiko Noto (Jun Kazama), hingga Yumi Touma (Nina Williams, Ling Xiaoyu) turut berpartisipasi dalam anime ini. 

Baca Juga: 5 Anime Pertarungan Paling Epik yang Wajib Kamu Tonton

Verified Writer

Trisnaynt

(~ ̄³ ̄)~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya