Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
The Company of Strangers
The Company of Strangers (dok. National Film Board of Canada/The Company of Strangers)

Intinya sih...

  • My Uncle Antoine (1971) adalah film coming of age klasik yang menggambarkan kehidupan di kota kecil Quebec yang mayoritas penduduknya bekerja di tambang asbes.

  • The Company of Strangers (1990) menampilkan obrolan perempuan lansia yang terdampar, dengan dialog natural dan penuh improvisasi.

  • Maudie (2016) menceritakan kisah nyata seniman Maud Lewis dan perjuangannya menjadi pelukis profesional setelah trauma dan rasa kecewa pada keluarganya.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kanada adalah salah satu negara produsen film berstandar festival. Ada beberapa sutradara mereka yang langganan tampil di festival-festival bergengsi itu. Misalnya, Denis Villeneuve (Enemy, Incendies, Dune), Xavier Dolan (Mommy, Laurence Anyway, I Killed My Mother) dan David Cronenberg (The Fly, Videodrome, Crash).

Sayangnya, kalau kamu perhatikan, ketiga sutradara tadi lebih sering bikin film thriller dan drama gelap. Namun, itu bukan berarti tak ada film menyejukkan hati dalam semesta sinema Kanada, kok. Beberapa film berikut menjadi buktinya. Mengambil latar kota yang bervariasi, ini bisa jadi cara seru mengenal dinamika masyarakat Kanada.

1. My Uncle Antoine (1971)

My Uncle Antoine (dok. National Film Board of Canada/My Uncle Antoine)

My Uncle Antoine adalah film coming of age klasik yang sampai sekarang bercokol kuat dalam daftar film wajib tonton dari Kanada. Ia memang gak bisa dibilang murni menyejukkan hati. Latarnya saja salah satu kota kecil di Quebec yang sebagian besar penduduknya bekerja di tambang asbes.

Natal dan Tahun Baru tidak mengubah kenyataan bahwa banyak dari pekerja gugur gara-gara efek asbes dan itu memengaruhi kehidupan penduduk. Perspektif yang dipakai sutradara Claude Jutra adalah Benoit (Jacques Gagnon), bocah yatim piatu yang diasuh paman dan bibinya. Mereka bekerja mengelola sebuah toko kelontong dan Benoit kadang ikut membantu.

2. The Company of Strangers (1990)

The Company of Strangers (dok. National Film Board of Canada/The Company of Strangers)

Premis The Company of Strangers cukup sederhana, yakni obrolan sejumlah perempuan lansia yang terdampar di sebuah tempat antah berantah karena bus yang mereka tumpangi mogok. Tipikal film arthouse, tak ada plot jelas di film ini. Dialognya pun terasa natural dan penuh improvisasi.

Kita benar-benar diajak mengikuti pergosipan mereka yang kadang nyambung, kadang tidak. Namun, dijamin hatimu adem saat menontonnya. Fakta kalau filmnya dibikin sutradara perempuan bikin The Company of Strangers makin relevan.

3. Maudie (2016)

Maudie (dok. Sony Pictures Classics/Maudie)

Maudie memasangkan Ethan Hawke dan Sally Hawkins sebagai pasutri. Terinspirasi kisah nyata seniman bernama Maud Lewis, film ini memotret awal mula ia bisa jadi pelukis profesional. Maud (Hawkins) awalnya adalah perempuan muda dari keluarga berada di Nova Scotia yang memutuskan untuk hidup mandiri setelah trauma dan rasa kecewanya pada kerabat-kerabatnya.

Terdesak keadaan, Maud akhirnya melamar kerja di sebuah toko ikan milik Everett (Hawke). Meski awalnya canggung dan sering tak rukun, Everett mendukung Maud melukis di sela-sela pekerjaannya, sebuah hal yang mungkin tak pernah dibayangkan mengingat kondisi artritis yang diidapnya.

4. Beans (2020)

Beans (dok. EMA Films/Beans)

Beans adalah nama panggilan lakon film ini, seorang bocah praremaja dari etnik Mohawk yang tinggal di sebuah kawasan reservasi di Quebec, Kanada. Orangtuanya sempat mengarahkannya untuk pindah ke sekolah yang didominasi murid kulit putih. Harapannya sih agar Beans bisa dapat pendidikan terbaik dan berasimilasi dengan mudah.

Namun, semua berubah saat keluarga ini tahu salah satu kerabat mereka sedang gencar melancarkan aksi protes atas pembangunan yang mengancam ruang hidup dan sungai krusial di wilayah itu. Ini film tentang konflik lahan yang harusnya ditonton stakeholders Indonesia agar gak sembarangan bikin proyek nasional.

5. I Like Movies (2022)

I Like Movies (dok. Visit Films/I Like Movies)

I Like Movies juga bisa masuk kategori feel-good film, apalagi kalau kamu nonton akhirnya yang melegakan. Film ini berkutat pada Lawrence (Isaiah Lehtinen), bocah SMA tahun terakhir yang terobsesi jadi sutradara.

Lawrence beraspirasi kuliah di New York University yang biayanya di luar jangkauan gaji ibu tunggalnya. Dengan tujuan menabung biaya kuliah sendiri, Lawrence pun bekerja paruh waktu di sebuah toko DVD. Di sanalah, kenyataan menamparnya perlahan.

Meski kalah pamor dibanding negara tetangganya, film-film Kanada punya daya pikat sendiri. Keunikan bentang alam dan keberagaman isu sosialnya sering diangkat sebagai elemen penting dalam film. Film Kanada mana yang pengin kamu tonton terlebih dahulu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team