Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bambi (dok. Walt Disney Productions/Bambi)
Bambi (dok. Walt Disney Productions/Bambi)

Kalau penggemar Disney, pasti kamu tahu banget kalau film-film Disney sering kali menceritakan tentang karakter utamanya yang gak punya orangtua atau salah satu dari orangtuanya meninggal. Terkadang kisah tragis ini terjadi selama film berlangsung, tapi ada juga yang orangtuanya memang sudah tidak ada dari awal cerita.

Mulai dari film Bambi (1942) yang ibunya terbunuh oleh pemburu liar, Cinderella yang ibunya telah meninggal, Simba dalam The Lion King (1994) yang ayahnya tewas terjatuh karena didorong Scar, orangtua Lilo yang meninggal karena kecelakaan mobil, hingga Belle dalam Beauty and the Beast (1991) yang ibunya gak disebutkan ke mana. Ini hanya segelintir kisah Disney yang orangtuanya gak ada.

Film-film Disney memang diisi dengan tokoh protagonis yatim piatu, yang dibesarkan oleh orangtua tunggal, atau punya figur orangtua yang jahat sebagai ibu tiri. Kenapa orangtua dalam film-film Disney sering ditiadakan? Apakah ada dampaknya bagi anak-anak yang menonton film-film bertema serupa?

1. Walt Disney pernah mengalami trauma masa lalu, karena ibunya meninggal secara tragis

Walt Disney mengunjukan gambar Mickey Mouse ke kucing (commons.wikimedia.org/Harris and Ewing)

Saat diwawancarai Glamour pada 2014, yang pernah memproduseri film-film kartun Disney, Don Hahn, menjelaskan kenapa kehadiran orangtua dalam film-film Disney sering kali gak dihadirkan. Salah satunya karena meninggalnya ibu Walt Disney secara tragis.

Cerita ini bermula ketika kartun Snow White (Putri Salju) sukses pada 1937. Saat itu, Walt Disney membeli rumah untuk orangtuanya, Elias dan Flora. Setelah membeli rumah baru, tungku di rumah itu mengalami kebocoran.

Walt Disney meminta beberapa karyawan studionya untuk memperbaiki tungku di rumah itu. Namun, mereka gak memperbaiki tungku itu dengan benar. Akibatnya, setelah Elias dan Flora pindah ke rumah baru tersebut, mereka keracunan karbon monoksida dari tungku itu.

Adapun, ayah Walt Disney berhasil selamat, sementara ibu Disney meninggal. "Ia (Walt Disney) gak mau membicarakannya," ungkap Don Hahn, "Ia (Walt Disney) gak mau membahasnya saat itu, karena ia merasa bersalah. Ia dihantui dengan rasa bersalah itu. Ia hancur karenanya." 

2. Mempersingkat durasi film

cuplikan adegan ketika Simba melihat ayahnya yang tewas karena terjatuh (dok. Walt Disney Pictures/The Lion King)

Alasan lain yang dikasih tahu Don Hahn, terkait orangtua dari karakter utama Disney yang gak diceritakan, karena berkaitan dengan durasi film itu sendiri. Studio gak mau menceritakan kisah orangtua dari karakter utamanya karena dianggap dapat mengulur durasi film. Film-film Disney sendiri berdurasi 80—90 menit, dan ceritanya pun berkisah tentang seorang anak yang tumbuh dewasa.

Contohnya saja dalam The Lion King, ketika Simba kabur dari tempat tinggalnya, Disney memilih untuk lebih fokus ke Simba, bukan ibunya. Selain itu, setelah ibu Bambi terbunuh, cerita Bambi pun belum usai hingga Bambi tumbuh dewasa.

Ada pula kisah Belle dalam Beauty and the Beast yang hanya memiliki seorang ayah. Dalam cerita, ayah Belle tersesat di hutan, jadi Belle harus mengambil alih cerita itu. Singkatnya, karakter Disney akan tumbuh dewasa lebih cepat jika kisah orangtua mereka gak banyak diceritakan dalam film.

3. Disney terinspirasi dengan dongeng-dongeng lawas

Grimm Bersaudara (commons.wikimedia.org/Hermann Biow)

Banyak film animasi Disney yang didasarkan pada dongeng tradisional, seperti yang ditulis oleh Brothers Grimm (Grimm Bersaudara). Dongeng-dongeng ini berasal dari era yang tingkat harapan hidupnya sangat rendah. Jadi, kemungkinan besar kenapa Disney sering meniadakan salah satu orangtua karakter utamanya, karena terinspirasi dari dongeng-dongeng lawas tersebut, seperti dalam Pinocchio.

Soalnya, kebanyakan orang yang hidup dari periode abad pertengahan hingga awal abad ke-20, umurnya gak panjang, nih. Perempuan sendiri sering kali meninggal dunia ketika melahirkan. Oleh karena itu, ada banyak orangtua tunggal. Laki-laki yang istrinya meninggal biasanya akan menikah lagi, seperti yang diceritakan dalam Snow White (Putri Salju) dan Cinderella.

4. Kematian orangtua dalam film kartun, apakah bisa berdampak buruk bagi anak yang menonton?

ilustrasi seorang anak menonton TV (pixabay.com/Vidmir Raic)

Dalam penelitian yang diterbitkan melalui Media Studies, berjudul "CARTOONS KILL: Casualties In Animated Recreational Theater In an Objective Observational New Study of Kids Introduction to Loss of Life" (2014), yang ditulis Ian Colman, dkk, menemukan bahwa anak-anak yang menonton film kartun yang menceritakan orangtua yang meninggal dunia, terutama dengan cara dibunuh, ternyata punya dampak cukup besar bagi perkembangan mental seorang anak.

Dalam makalah mereka, ahli epidemiologi psikiatri, Ian Colman dan James Kirkbride, menyimpulkan, "Film animasi anak-anak, alih-alih menjadi alternatif yang tidak berbahaya dan tidak mengandung unsur pertumpahan darah dan pembantaian yang khas dalam film-film Amerika, sebenarnya merupakan pencetus pembunuhan dan tindakan buruk lainnya."

Jadi, apa yang dapat kita simpulkan dari semua ini? Film-film Disney memang sangat seru dan menghibur, meski terkadang menyedihkan, sih. Namun, sebaiknya, anak-anak di bawah umur yang menonton film semacam ini harus didampingi orangtua. Pasalnya, orangtua harus menjelaskan mengapa sesuatu bisa terjadi sedemikian rupa. Tentunya, agar anak mengerti dan gak berspekulasi sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team