LMKN akan Tertibkan EO dan Sistem Hak Cipta di Platform Digital

- LMKN siap jalani proses hukum bagi user yang bandel tidak membayar royalti
- Mereka juga mengupayakan izin keramaian melalui rekomendasi lembaga mereka
- LMKN sedang menata sistem untuk platform digital agar semua platform harus melalui mekanisme yang diatur oleh LMKN
Jakarta, IDN Times - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menghadiri sidang Mahkamah Konstitusi terkait perkara Nomor 28 dan 37/PUU-XXIII/2025 pada Kamis (31/7/2025). Kedua sidang ini sama-sama bertujuan untuk menguji materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam kesempatan tersebut, lima pengurus LMKN menyampaikan sejumlah langkah yang telah dan akan diambil dalam menghadapi persoalan hak cipta di Indonesia. Apalagi, lembaga tersebut bertugas menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia. Apa saja langkahnya?
1. LMKN sudah kantongi dan siap jalani proses hukum bagi user yang bandel tidak menaati aturan hak royalti

LMKN kerap dicecar sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembagian royalti. Ketua LMKN Dharma Oratmangun menuturkan, pihaknya sudah mengantongi ratusan nama event organizer dan tempat komersil yang tidak membayar royalti kepada pencipta lagu sesuai ketentuan.
"Kita juga sudah memasukkan tertulis tentang pertanyaan dari hakim konstitusi di waktu persidangan yang lalu tentang berapa banyak dan nama-nama event organizer yang bandel tidak membayar royalti tahunan. Jadi itu ada 400 lebih event dari sekian banyak event organizer," ujar Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN periode 2022-2025 saat ditemui selepas sidang.
Ia melanjutkan, "Kemudian, kita juga memasukkan data kepada Mahkamah Konstitusi tentang rumah-rumah karaoke, mal-mal, tempat-tempat hiburan, dan lain sebagainya yang juga sudah kita hubungi, kita surati dan masih saja tetap membandel untuk tidak membayar royalti."
Ikke Nurjanah yang menjabat sebagai salah satu komisioner LMKN ikut buka suara. Ia menyoroti bagaimana para pihak event organizer mengaku tidak mengetahui soal tarif royalti, padahal lembaganya sudah memberikan penyuluhan.
"Jadi kami sudah melakukan sosialisasi itu dimulai dari penetapan tarif dan bagaimana kami waktu itu mengundang teman-teman dari event organizer, dari asosiasi hotel, dari asosiasi yang berhubungan dengan user performing ini. Sebenarnya kita sudah ketemu pada saat tarif ini akan berlaku. Jadi, kalau tiba-tiba masih ada kata-kata dia tidak tahu itu, saya rasa nanti kita lihat absennya gitu pada saat dia waktu sosialisasikan tarif itu," kata Ikke Nurjanah sambil tertawa.
2. LMKN sedang mengupayakan izin keramaian melalui rekomendasi lembaga mereka

Selain itu, LMKN juga menyampaikan langkah-langkah yang sedang mereka upayakan untuk mencegah praktik curang oleh penyelenggara acara. Salah satu usulan mereka adalah agar izin keramaian dari kepolisian untuk acara musik baru bisa diberikan kepada EO jika sudah mendapat rekomendasi dari LMKN.
"Saran kami adalah kita bangun sistem. LMKN membangun sistem dengan lembaga atau kementerian lain, termasuk dengan Mabes Polri bahwa tidak ada lagi event yang akan mendapatkan izin keramaian dalam hal dalam judul kegiatan memanfaatkan lagu dan musik, tanpa ada rekomendasi dari LMKN," kata Yessy Kurniawan sebagai salah satu komisioner.
3. LMKN juga sedang menata sistem untuk platform digital

Langkah terakhir yang ditegaskan oleh LMKN adalah penataan sistem pengumpulan royalti atas penggunaan lagu dan musik di platform digital. Ketua LMKN Dharma Oratmangun menjelaskan bahwa ke depannya seluruh platform digital yang memanfaatkan karya musik tetap harus melalui mekanisme yang diatur oleh LMKN.
"Satu yang saya mau tegaskan sebelum nanti kita tutup, LMKN segera menata juga yang digital. Karena sesuai dengan keputusan regulasi yang ada, analog dan digital, seperti Spotify, YouTube, dan lain semua, semua melalui LMKN. Titik," tutup Dharma secara tegas.