Passport to Destiny (dok. RKO Radio Pictures/Passport to Destiny)
Sebagai upaya untuk bertahan menghadapi Great Depression–krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1929–sejumlah rumah produksi fokus memproduksi film berbudget rendah. Film-film tersebut lantas dipasarkan dengan teknik double feature atau menjual dua film sekaligus dengan seharga satu tiket regular untuk menarik kembali minat para penontonnya.
Mengutip TCM, mulanya sejumlah rumah produksi besar seperti MGM, Paramount, Warner Bros., dan Fox mendirikan divisi khusus untuk memproduksi B-Movie. Namun rumah produksi besar tersebut beralih dengan membeli B-Movie buatan Poverty Row atau rumah produksi berskala kecil seperti Monogram dan Mascot. Hal tersebut dinilai lebih praktis dan efisien mengingat 85% film di bioskop Amerika Serikat dari rentang tahun 1930-1950 tayang sebagai double feature.
Gerakan New Hollywood yang berlangsung antara tahun 1960-an dan 1970-an memberikan dampak yang cukup signifikan. B-Movie menjelma sebagai film eksperimental yang mengeksploitasi kekerasan dan konten seksual yang juga dikenal sebagai film grindhouse. Tidak sedikit juga para pegiat B-Movie yang menjajal genre lain seperti adventure dan sci-fi yang mana menginspirasi waralaba Indiana Jones dan Star Wars.
Penggunaan dan makna dari istilah B-Movie ikut berubah seiring dengan berjalannya waktu. Kini, B-Movie lekat dengan film independen berbudget kecil dan memiliki premis yang unik. B-Movie juga identik dengan film indie yang memiliki nilai estetika tersendiri berkat kepiawaian para sineasnya dalam bereksperimen lewat narasi serta teknik pengambilan gambar.