Ahmad Dhani dan Cholil Mahmud (instagram.com/ahmaddhaniofficial | instagram.com/sebelahmata_erk)
Membahas soal keadilan pembagian royalti, inilah yang jadi polemik utama yang terjadi saat ini. Ahmad Dhani, musisi sekaligus pendiri Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), hingga saat ini masih mempertanyakan soal distribusi royalti tersebut. Apakah benar-benar sampai ke musisi dan komposer yang karya lagunya diputar atau justru hanya dibagi rata kepada seluruh musisi yang menjadi anggota di sebuah LMK.
Dalam acara diskusi di channel YouTube Liputan6, Ahmad Dhani mengambil contoh kasus restoran Mie Gacoan yang akhirnya harus membayar Rp2,2 M setelah dituntut LMK Selmi atas royalti penggunaan lagu periode 2022-2025. Namun, ia sebagai musisi maupun publik gak pernah tahu rincian dari uang miliaran tersebut mengalir ke musisi siapa saja.
"Sebenarnya restoran, kafe, dan lain-lain itu sebenarnya willing to pay, bersedia bayar. Cuma masalahnya, ketika sudah dibayar apakah ini akan adil gak pembayarannya ke pihak-pihak terkait yang punya (karya)?" ujar Dhani seperti dikutip pada Kamis (14/8/2025).
Pentolan band Dewa 19 ini menjabarkan cara kerja LMK membagikan royalti yang mereka kumpulkan saat ini. Menurutnya, ketika LMK menarik royalti, mereka tidak memiliki data lagu-lagu mana saja yang diputar. Ini menjadi pertanyaan, bagaimana LMK bisa menyebarkan royaltinya secara adil hanya kepada pemilik karya yang lagunya diputar saja.
"Kayak tadi saya barusan ke restoran cukup besar, tuh. Mereka bayar ke LMK, bayar ke WAMI misalnya, ya. Harusnya kan paling gak LMK bikin daftar di restoran ini lagu siapa saja yang dimainkan. Sehingga, jangan sampai restoran ini gak pernah nge-play lagunya Charly Van Houten misalnya ya, tapi royaltinya ke Charly Van Houten. Nah, itu lho yang orang masih bingung," ujarnya.
Sementara itu, Cholil Mahmud, anggota band Efek Rumah Kaca yang kini Ketua Pelaksana Tugas Federasi Serikat Musisi Indones (FESMI), yang juga hadir dalam diskusi tersebut menyatakan, inilah salah satu kelemahan dari sistem yang dipakai oleh LMK-LMK saat ini, yaitu sistem Blanket License. Jadi, dalam Blanket License, LMK akan menagih tarif royalti dari keseluruhan lagu yang diputar, bukan berdasar per satu lagu yang diputar.
"Itu konsekuensi dari Blanket License, paketan. Kelebihannya dia lebih mudah diterapkan dalam situasi yang belum ada data yang presisi. Nah, tapi sekarang zamannya udah digital, kayaknya sekarang memang sudah harus move on. Sehingga, benar-benar hak cipta itu dibayarkan kepada musisi-musisi yang berhak, yang lagunya benar diputar itu beneran dapat," tambah vokalis Efek Rumah Kaca ini.