Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kafe dan UMKM Tetap Bayar Royalti ke LMKN, Ini Cara Menghitungnya

ilustrasi suasana kafe
ilustrasi suasana kafe (unsplash.com/sevcovic23)
Intinya sih...
  • Ketua LMKN menegaskan pemilik kafe harus membayar royalti meski sudah izin dari musisi
  • Cara membayar royalti ke LMK adalah dengan membayar tarif per kursi di kafe atau restoran
  • Sistem royalti musik sudah berlaku sejak tahun 90-an dan telah banyak disosialisasikan oleh LMKN
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pelaku bisnis kafe dan UMKM sedang merasa resah, karena masalah hak cipta musik. Mereka harus berhadapan dengan kewajiban membayar royalti dari musik yang diputar dari Spotify atau YouTube. Berdasarkan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan royalti hak cipta, pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Lalu bagaimana caranya?

1. Tidak bisa langsung minta izin ke musisi

ilustrasi suasana konser
ilustrasi suasana konser (unsplash.com/nainoa)

Kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2025), Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menegaskan, meminta izin pemutaran musik langsung ke musisinya bukan solusi yang diharapkan. Sebab, hal tersebut justru berpotensi menimbulkan sebuah polemik baru.

Ketua LMKN ini menjabarkan, pemilik kafe-restoran tetap harus membayar royalti ke LMK meski sudah mendapat izin dari musisi yang bersangkutan. Ia menjelaskan secara rinci bahwa royalti itu dibagi menjadi dua jenis, yakni hak cipta dan hak terkait. Hak cipta milik pencipta lagu dan penulis lirik, sementara hak terkait milik penyanyi, pemusik, dan produser fonogram.

"Undang-Undang itu tertulis di Pasal 87, 88, 89. Untuk mendapatkan hak ekonomi pemilik hak cipta, tentunya harus (membayar royalti) melalui LMK. Nanti si pemilik hak ciptanya itu dia dapat royalti, supaya tertib. Nanti kalau dia mengaku itu lagu dia, ternyata itu bukan punya dia, dia ambil punya orang lain, permasalahan hukum lagi," tegas Dharma Oratmangun.

2. Cara membayar royalti ke LMK

ilustrasi musisi bermain gitar
ilustrasi musisi bermain gitar (unsplash.com/jefflssantos)

Dharma menyebut, satu-satunya solusi bagi pemilik kafe atau UMKM yang memutar musik karya orang lain di ruang publik, hanya dengan cara membayar royalti. Atau, memakai lagu bebas lisensi hingga ciptaan sendiri. Ia menegaskan, memakai suara alam, yang belakangan ini juga jadi sorotan, juga diperbolehkan. Dengan syarat, suara alam itu merupakan karya original. Bukan karya orang atau musisi lain yang sudah diubah sedemikian rupa menjadi satu karya kreatif.

"Suara burung harus bayar royalti, ya bayar royalti kalau rekaman itu ada fiksasinya. Kalau rekaman suara burung itu ada formulasi kreatifnya, direkam lalu diolah menjadi satu harmoni, nah, itu yang membuat adanya hak cipta," tutur Dharma.

Dharma mengimbau agar pemilik kafe, restoran maupun UMKM gak perlu khawatir. Sebab, menurutnya, LMKN telah membuat tarif yang sebisa mungkin tidak merugikan pelaku usaha.

Ia merinci secara detail bahwa tarif royalti untuk satu kursi di sebuah kafe atau restoran, yaitu Rp120 ribu per tahunnya. Jadi, jika sebuah kafe memiliki 10 kursi di dalamnya, royalti yang harus dibayar adalah Rp1,2 juta per tahun. Royalti itu berlaku bukan hanya untuk pemutaran lagu via Spotify atau YouTube, melainkan pemutaran lagu dari media lain termasuk jika ada penampil memainkannya secara live.

"Misalnya dia mau mainkan 1 juta lagu dia mau putar, dia mau live music di situ, ya silakan, satu tahun cuma bayar segitu. Dia mau putar lagu apa pun, mau lagu tradisi, lagu dari India, lagu Jepang, lagu China, lagu bahasa Inggris, apa pun silakan," tuturnya.

Meski mengaku LMKN memiliki cara untuk melakukan pemantauan, Dharma mengimbau pelaku usaha yang memutar musik karya orang lain di ruang publik untuk mandiri membayar royalti melalui website LMKN.

3. Sistem royalti musik sudah berlaku sejak tahun 90-an

ilustrasi musisi bermain gitar
ilustrasi musisi bermain gitar (unsplash.com/dylu)

Menarik sejarah ke belakang, ketua LMKN menceritakan, sistem royalti musik di Indonesia sudah dimulai sejak 1990-an. Kala itu, melalui badan LMK KCI atau Karya Cipta Indonesia.

Ia pun menyebut LMKN sudah melakukan banyak sosialisasi mengenai royalti musik. Namun, sekarang banyak publik yang lebih sadar mengenai hal ini karena kasus restoran Mi Gacoan yang sempat viral beberapa waktu lalu. Dharma mengklarifikasi bahwa LMKN tidak tiba-tiba langsung melaporkan, tapi sebelumnya sudah ada 15-20 kali pertemuan dengan pihak terkait sejak 2022.

"Ini (sistem royalti) sudah ada sejak tahun 1990. Jadi, ini bukan barang baru bahwa sebuah karya cipta lagu itu ada pemilik hak cipta dan hak terkait. Hak itu dijamin bahkan seumur hidup. Ketika meninggal, ahli warisnya mendapatkan hak ekonomi sepanjang 70 tahun," kata ketua LMKN.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zahrotustianah
EditorZahrotustianah
Follow Us