5 Momen Iron Man Sebenarnya Egois Banget, Sadar Gak?

Momen ikonik dengan jentikan jarinya itu, Tony Stark alias Iron Man akan selamanya dikenang sebagai pahlawan yang menyelamatkan alam semesta. Pengorbanan dirinya di akhir Avengers: Endgame (2019) adalah momen heroik yang mengukuhkan statusnya sebagai salah satu karakter paling dicintai di Marvel Cinematic Universe (MCU).
Namun, jangan lupa, perjalanannya untuk menjadi pahlawan sejati itu sangatlah panjang dan penuh lika-liku. Jauh sebelum ia melakukan tindakan tanpa pamrih terbesarnya, Tony Stark adalah sosok yang arogan, impulsif, dan sering kali sangat egois.
Faktanya, beberapa bencana terbesar di MCU justru lahir dari niat baiknya yang dieksekusi dengan ego yang terlalu tinggi. Apa saja momen Iron Man yang mementingkan egonya sendiri tersebut? Simak artikel ini sampai tuntas, yuk!
1. Menciptakan Ultron tanpa persetujuan siapa pun

Hal ini bisa jadi adalah "dosa" terbesar yang pernah dilakukan Tony Stark. Dihantui trauma pasca-pertempuran New York, ia secara sepihak dan diam-diam menciptakan Ultron, sebuah program kecerdasan buatan untuk melindungi dunia. Ia sama sekali tidak meminta persetujuan dari anggota Avengers lain dan mengabaikan peringatan dari Bruce Banner.
Tindakan ini murni didasari oleh arogansi dan egonya yang merasa paling tahu apa yang terbaik untuk semua orang. Hasilnya? Terjadilah sebuah bencana global. Ultron menjadi jahat, menyebabkan kehancuran total di Sokovia, dan secara tidak langsung bertanggung jawab atas kematian Quicksilver. Semua ini lahir dari keputusan egois seorang Tony Stark.
2. Mendukung Sokovia Accords karena rasa bersalah pribadinya

Di permukaan, dukungan Tony pada Perjanjian Sokovia yang menempatkan Avengers di bawah kendali pemerintah terlihat seperti tindakan yang bertanggung jawab. Namun, jika dilihat lebih dalam, motivasinya sangatlah personal dan didasari oleh egonya yang terluka itu. Ia mendukung perjanjian ini karena dihantui rasa bersalah yang mendalam atas bencana Ultron.
Karena didasari oleh emosii pribadi, ia menjadi sangat keras kepala dan tidak mau mendengarkan argumen logis dari Captain America. Ia memaksakan kehendaknya pada seluruh tim demi menenangkan nuraninya sendiri. Sikap egois inilah yang pada akhirnya menjadi pemicu utama perpecahan terbesar dalam sejarah Avengers dan menyebabkan "perang saudara" di antara mereka.
3. Merekrut anak SMA buat perang saudara

Saat perseteruannya dengan Captain America memuncak, Tony sadar ia butuh kekuatan tambahan untuk timnya. Bukannya menghubungi pahlawan dewasa lain, ia justru mengambil keputusan yang sangat egois, yaitu terbang ke Queens dan merekrut Peter Parker, seorang anak SMA yang baru berusia 15 tahun.
Tony secara sadar membawa seorang anak di bawah umur ke dalam "perang saudara" melawan para pahlawan super dewasa yang jauh lebih berpengalaman dan berbahaya. Ia tidak peduli pada risikonya, yang penting tujuannya untuk mengalahkan tim Captain America bisa tercapai. Ini adalah contoh sempurna bagaimana egonya bisa membuatnya mengambil keputusan yang sangat tidak bertanggung jawwab.
4. Mengumumkan identitas rahasianya ke seluruh dunia

Momen ikonik "I am Iron Man" di akhir film Iron Man pertama memang sangat keren dan mengubah lanskap film superhero selamanya. Namun, jika kita lihat lebih dalam, ini adalah tindakan yang 100 persen didasari oleh ego Tony Stark yang tidak mau diatur. S.H.I.E.L.D. sudah menyiapkan alibi yang sempurna untuknya, tapi ia lebih memilih sorotan.
Keputusan impulsifnya untuk mengumumkan identitas rahasianya ke seluruh dunia memang terlihat gagah, tapi sangat egois. Tindakan ini secara langsung membahayakan nyawa orang-orang terdekatnya, terutama Pepper Potts, dan menjadikan mereka target empuk bagi para penjahat di masa depan. Ia mengorbankan keamanan orang lain demi sebuah momen panggung yang memuaskan egonya doang.
5. Menyembunyikan penyakitnya dan bertindak destruktif

Di film Iron Man 2, Tony menyadari bahwa paladium di reaktor Arc yang menopang hidupnya ternyata perlahan-lahan meracuninya hingga mati. Di hadapan vonis mati ini, bukannya terbuka pada teman-temannya, seperti Rhodey atau Pepper, untuk mencari solusi bersama, egonya yang terlalu besar justru membuatnya memilih untuk bungkam.
Akibatnya, ia menjadi pribadi yang sangat sembrono dan destruktif. Ia menganggap hidupnya akan segera berakhir, jadi ia tidak peduli lagi pada konsekuensi. Puncaknya adalah saat ia sengaja mabuk berat sambil mengenakan zirah Iron Man di pesta ulang tahunnya sendiri, sehingga menciptakan kekacauan dan membahayakan nyawa semua tamu yang datang hanya karena ia tidak mau menunjukkan sisi rapuhnya.
Rasanya, deretan momen egois ini justru bikin sosok Tony Stark begitu komplexs dan manusiawi, ya. Ia yang dulunya berjalan dari pria arogan, sekarang jadi pahlawan yang sangat bisa dibanggakan. Justru karena kita telah menyaksikan semua kesalahan fatalnya inilah, pengorbanan terakhirnya di Endgame terasa begitu luar biasa kuat dan tulus. Apakah kamu setuju?