Penjelasan Ending Film Dua Hati Biru, Bukti Kalau Komunikasi Penting!

Film Dua Hati Biru, sekuel Dua Garis Biru berhasil mendapatkan banyak pujian dari penonton. Sebab, film ini mengangkat konflik rumah tangga yang dekat dengan masyarakat.
Banyak pelajaran yang bisa didapat setelah menonton film ini. Tak hanya itu, ending dari film ini juga memiliki arti yang penting. Berikut adalah penjelasan film Dua Hati Biru versi sutradara dan para cast.
1. Karakter Bima dan Dara yang semakin memikirkan masa depan

Menjadi orangtua di usia 21 tahun bukan hal yang mudah bagi Bima dan Dara. Permasalahan ekonomi dan kurang kesiapan mental menjadi salah satu tantangan bagi mereka dalam berumah tangga.
Meski diterpa banyak masalah baik internal maupun eksternal, Angga Yunanda pemeran Bima menyebut karakternya tetap menggambarkan sesosok ayah yang mau terus belajar dan suami yang baik.
Di akhir film Dua Hati Biru membuktikan peran Bima yang semakin mementingkan masa depan keluarganya. Ia memutuskan untuk memulai kuliah, setelah mendapat dukungan dari sang istri dan mertua.
2. Bima dan Dara dewasa menggambarkan konflik kehidupan rumah tangga yang lebih kompleks di film ini

Gina S. Noer menyebutkan isu-isu dalam Dua Hati Biru menyuguhkan permasalahan lebih kompleks dari Dua Garis Biru. Hal tersebut terlihat dalam permasalahan rumah tangga Bima dan Dara dewasa yang kerap melibatkan orangtua masing-masing.
Bima dan Dara pun memahami ketidaksempurnaan mereka menjadi orangtua, alhasil keduanya mulai dari belajar dengan psikolog. Konflik-konflik yang terjadi menjadi pembelajaran bagi mereka, untuk memenuhi ekspetasi menjadi orangtua yang baik.
"Meneruskan dari Dua Garis Biru, ini tahap kedua di pernikahan yang lebih kompleks. Itu awal mula tapi perjalanan panjang itu yang paling berharga. Walau mereka tahu mereka gak sempurna tapi mereka berjuang mengeratkan diri hubungan mereka," ungkap Gina. S Noer.
Gina menambahkan, "Setiap keluarga tidak bahagia dan bahagia dengan caranya sendiri. Ya ketika kami merasa keluarga harus tumbuh, kita harus akui keluarga kita tidak pernah ideal tapi karena itu kita jadi cari tahu biar keluarga kita bisa tumbuh."
3. Perubahan karakter Rika, ibunya Dara, tidak sekeras di film sebelumnya

Tak hanya menyorot tentang Bima dan Dara, salah satu karakter Rika (Lulu Robing) juga menjadi perhatian penonton di sekuel ini. Rika menunjukkan perubahan sikapnya dengan Bima, yang lebih lembut daripada di film sebelumnya, Dua Garis Biru.
Alasannya karena Rika melihat Bima menunjukkan kesiapannya sebagai seorang ayah. Di sisi lain, Rika juga mulai menerima Bima sebagai menantunya, dan luluh karena kehadiran Adam, sang cucu.
"Karena pertumbuhan jadi lebih bisa mendengar tidak sekeras Dua Garis Biru. Jadi pasti teman-teman ngerasain kalau Rika gak sejudes dulu," ungkap Lulu Tobing.
4. Film Dua Hari Biru bukti kalau komunikasi penting dalam suatu hubungan

Gina S. Noer membawa film Dua Hati Biru sebagai gambaran rumah tangga di masyarakat, khususnya mereka yang di awal usia 20 tahunan. Konflik yang ditampilkan pun memiliki solusi, yakni pentingnya komunikasi dalam sebuah hubungan. Maka dari itu, Bima dan Dara disebut merefleksikan keluarga di masyarakat Indonesia.
"Banyak banget (pesannya), karena kita (hadirkan kisah) flash of life yang ceritanya sehari-hari banget, tidak terlalu emosional tapi juga sedih, juga ketawa. Yang terpenting kita ingin menyampaikan pentingnya komunikasi," tambahnya.
5. Komunikasi dan saling mendukung menjadi kunci dari pasangan

Bima dan Dara yang sempat merenggang, karena banyaknya masalah menerpa mereka. Keduanya pun mulai luluh setelah bicara satu sama lain, dan sama-sama mendukung. Hal tersebut menjadi kunci dari hubungan yang sehat dengan pasangan.
Gina S. Noer menambahkan kalau rumah tangga Bima dan Dara memperjuangkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. "Dua Hati Biru itu lambang mereka selalu bersama, mereka memperjuangkan biru yang lebih cerah," tutupnya.
Banyak pelajaran yang bisa didapat dalam film Dua Hati Biru, terkait rumah tangga dan mendidik anak. Ternyata tak semudah yang dibayangkan, ya?!