Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
poster film Pangku
poster film Pangku (Instagram.com/filmpangku)

Intinya sih...

  • Kamera sutradara membangkitkan kedalaman emosional, set produksi sangat detail dan autentik, pencahayaan membantu membangun atmosfer kuat.

  • Cerita dieksekusi dengan kejujuran yang mengena, plot twist tak terduga membuat cerita semakin hidup, namun pengembangan karakter terkesan kurang menyentuh.

  • Music scoring minimalis membangun atmosfer realistis dan intim, suara-suara natural menciptakan tekstur suara autentik tanpa mengorbankan kejujuran cerita.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Setelah lama dinantikan, akhirnya film Pangku yang menjadi debut penyutradaraan Reza Rahadian resmi tayang di bioskop. Sebelumnya, film ini sudah lebih dulu mencuri perhatian karena sempat melakukan world premiere di Busan International Film Festival (BIFF) 2025 dan sukses meraih tujuh nominasi di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2025.

Nah, jelang penayangan resminya di bioskop pada 6 November 2025, tim IDN Times berkesempatan untuk menonton film ini lebih dulu dalam acara screening yang digelar di XXI Epicentrum, Selasa (28/10/2025). Selama pemutaran, penonton dibuat larut dalam berbagai emosi, mulai dari fokus mengikuti jalan ceritanya, ikutan bahagia, mendadak dibikin kesal sendiri, hingga tak terasa menangis haru. Bikin campur aduk perasaan, berikut review film Pangku.

1. Sinematografi dan set produksi bikin pengalaman nonton jadi terasa lebih realistis

cuplikan film Pangku (Instagram.com/filmpangku)

Sinematografi film Pangku langsung memikat saya sejak babak awal. Kamera sutradara tidak hanya berfungsi sebagai alat perekam, tetapi juga mampu membangkitkan kedalaman emosional yang terasa nyata. Setiap sudut pengambilan gambar dan pergerakan kamera bekerja efektif dalam menangkap ekspresi serta emosi yang dikeluarkan para pemain, sehingga setiap adegan terasa hidup dan jujur.

Pengalaman menonton pun terasa semakin realistis berkat set produksi yang sangat detail dan autentik. Mulai dari suasana perkampungan Pantura, pasar tradisional, lokasi pelelangan ikan, hingga rumah Maya, semuanya berpadu membentuk dunia yang meyakinkan. Pencahayaan dalam film ini juga digunakan dengan cermat, membantu membangun atmosfer yang kuat dan membangkitkan empati penonton tanpa perlu banyak dialog.

Bahkan, elemen-elemen kecil seperti tumpukan barang-barang di rumah Maya ataupun ruang sempit di warungnya turut memperkaya lapisan visual film, yang menambah kedalaman latar cerita, sekaligus menunjukkan betapa telitinya Reza Rahadian dalam menghadirkan realisme yang dekat dengan kehidupan nyata.

2. Pengembangan ceritanya kuat, tapi pengembangan karakternya terasa kurang

cuplikan film Pangku (Instagram.com/filmpangku)

Patut diakui, Reza Rahadian mengemas Pangku dengan pengembangan cerita yang kuat dan detail. Tanpa perlu mencantumkan waktu atau tahun kejadian, penonton tetap bisa menebak konteks sosial yang diangkat film ini melalui detail kecil, seperti informasi dari siaran radio yang memuat tentang kondisi sosial Indonesia hingga detail uang yang digunakan.

Film ini juga dieksekusi dengan kejujuran yang mengena. Reza tidak mencoba mendramatisasi perjuangan seorang ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya, melainkan menampilkannya secara apa adanya. Hasilnya, penonton pun mudah terbawa suasana, hanyut dalam emosi yang mengalir tanpa dibuat-buat. Film Pangku juga dieksekusi apik dengan plot twist tak terduga yang membuat ceritanya jadi semakin hidup.

Namun, cukup berbeda dari pengembangan ceritanya, pengembangan karakter film ini justru terasa sedikit kurang menyentuh karena beberapa adegan tampak seperti terpotong-potong. Hal pun ini membuat cerita filmnya jadi terkesan diburu-buru, sehingga sedikit mengaburkan empati terhadap karakternya. Meski begitu, hal tersebut tidak mengurangi esensi cerita yang ingin disampaikan.

Dari segi akting, film Pangku memang gak perlu diragukan, karena didukung oleh jajaran aktor ternama. Christine Hakim membuktikan kelasnya sebagai aktris senior legendaris melalui perannya sebagai Maya. Sementara Jose Rizal Manua, yang juga merupakan guru akting pertama Reza, tampil memukau meski tanpa banyak dialog. Berbagai emosi yang diperlihatkan Claresta Taufan juga tergambar secara natural, lho.

3. Minim scoring, tapi atmosfernya terasa intim

cuplikan film Pangku (Instagram.com/filmpangku)

Berbeda dari kebanyakan film drama Indonesia yang kerap mengandalkan musik pengiring untuk menggugah emosi, Pangku justru tampil berani dengan menghadirkan music scoring yang sangat minimalis. Menariknya, alih-alih membuat film terasa sepi, keputusan tersebut justru membangun atmosfer yang realistis dan intim.

Sebagai sutradara, Reza Rahadian seolah ingin penonton merasakan secara langsung denyut kehidupan di Pantura melalui suara-suara natural yang dihadirkan, seperti suara hembusan angin, deru truk yang melintas di jalanan, riuhnya pasar tradisional, hingga lantunan musik dangdut yang samar terdengar dari rumah hiburan malam. Semua elemen itu berpadu menciptakan tekstur suara yang autentik, yang kemudian memperkuat emosi dari setiap adegan tanpa harus mengorbankan kejujuran ceritanya.

Tayang perdana di bioskop pada 6 November 2025, film Pangku membawa kisah mengharukan tentang perjuangan seorang ibu di balik kedai kopi pangku di Pantura.

Editorial Team