Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Film Sukma (2025)
Film Sukma (dok. Tiger Wong Pictures/Sukma)

Film horor dengan plot cermin mungkin tak asing lagi. Setelah The Conjuring: Last Rites (2025) dan berbagai rilisan lain yang mengangkat benda sehari-hari sebagai medium horor, kini giliran film Indonesia berjudul Sukma (2025) yang digarap oleh Baim Wong. Menariknya, film ini tidak hanya menjual penampakan hantu, tapi juga mengikat drama keluarga di tengah misteri sebuah cermin tua.

Hasilnya? Sebuah tontonan horor dengan sentuhan berbeda: lebih membumi, intens, sekaligus menguras emosi. Mari kita bahas lebih dalam apa yang membuat Sukma layak jadi salah satu film horor Indonesia paling fresh tahun ini. Berikut ulasannya!

1. Tidak cuma menjual jumpscare, tapi build-up yang rapi

FilmSukma (dok. Tiger Wong Pictures/Sukma)

Hal pertama yang patut diapresiasi dari Sukma adalah keberanian Baim Wong menghadirkan horor tanpa bergantung pada jumpscare murahan. Aman untuk mengatakan tidak ada adegan "kaget-kagetan" ala film horor instan di sini. Sebaliknya, ketegangan dibangun perlahan lewat atmosfer rumah tua, narasi tentang cermin misterius, serta konflik internal keluarga yang berlapis.

Baim tampaknya banyak terinspirasi dari film horor seperti The Conjuring (2013), Insidious (2010), dan Oculus (2013). Namun, ia tidak sekadar meniru. Semua elemen horor itu dipadatkan dalam skenario yang rapi, di mana setiap adegan punya fungsi dan tidak ada karakter yang terasa sia-sia. Alur pun dibuat sederhana, tapi cukup efektif untuk menahan perhatian penonton sampai akhir.

Memang, beberapa penonton mungkin merasa bagian akhir atau act three sedikit dragging. Namun, itu tidak mengurangi kualitas build-up yang sudah terbangun solid. Justru dengan pacing yang konsisten dari awal-akhir, Sukma berhasil menekankan bahwa horor sejati bukan tentang siapa yang muncul mendadak, melainkan rasa was-was yang terus menghantui sepanjang film.

2. Christine Hakim sukses bikin bulu kuduk merinding

Film Sukma (dok. Tiger Wong Pictures/Sukma)

Salah satu daya tarik terbesar film ini adalah kehadiran Christine Hakim. Uniknya, ia bukan berperan sebagai hantu atau entitas gaib. Namun, kehadirannya sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. Bayangkan saja, hanya dengan set rumah, sebuah cermin, dan kemunculan Christine Hakim, atmosfer sudah terasa intens dan menekan.

Christine memainkan karakternya dengan presisi luar biasa. Sebagai Ibu Sri, tatapan mata, intonasi suara, hingga gestur kecilnya mampu membuat penonton merasa ada sesuatu yang janggal, bahkan sebelum itu benar-benar terungkap. Intensitas ini jauh lebih menakutkan daripada penampakan hantu CGI yang sering kita lihat.

Tak cuma Christine, akting bintang lainnya juga patut diapresiasi. Luna Maya sukses membawakan karakter Arini yang selalu cemas. Fedi Nuril membawakan penderita skizofrenia, kontras dengan peran-perannya sebelumnya. Sementara Oka Antara memberi warna berbeda lewat karakternya yang dingin dan penuh rahasia, menambah lapisan misteri pada alur cerita.

3. Apakah Sukma (2025) recommended untuk ditonton?

Film Sukma (dok. Tiger Wong Pictures/Sukma)

Jawabannya, iya. Misteri yang dibangun sejak awal bakal buat kamu penasaran hingga akhir. Memang, plot twist-nya cenderung mudah ditebak jika kamu terbiasa menonton film serupa. Namun, Baim Wong berhasil mengeksekusinya dengan efektif. Adegan menuju pengungkapan besar tetap mampu menghadirkan kejutan emosional, sehingga tidak terasa hambar.

Kelemahan Sukma mungkin ada di babak ketiga yang terasa sedikit seret. Namun, hal itu tertutupi dengan akting solid dari jajaran pemain. Drama keluarga yang kental juga membuat film ini punya lapisan emosi lebih, tidak sekadar horor pengusir tidur. Jadi, jangan harap banyak hantu bergentayangan. Alih-alih, kita diajak untuk mengupas misteri, apa yang ada di balik cermin?

Editorial Team