Wow! Pada poin pertama, IDN Times sengaja membuat kamu mengernyit dengan pembukaan yang blak-blakan barusan. Ya, memang Tiana yang masih kecil melihat sendiri Ibunya gantung diri di hadapannya. Tidak perlu memikirkan bagaimana psikologis Tiana saat itu karena sudah jelas jawabannya – hancur. Nah, film ini dimulai dengan kenangan-kenangan masa kecil Tiana yang dikemas secara apik dan rapi. Menggunakan alur maju-mundur, perpindahan antara Tiana kecil dan dewasa sesuai pada porsinya dan tidak terlalu berlebihan.
Begitu film dimulai, kamu akan disuguhkan dengan dialog antara Tiana dan Bimo, sahabatnya. Tiana suka sekali bicara dengan Bimo lewat telepon karena rupanya mereka menjalin long distance friendship. Buat kamu yang mengharapkan akan ada percikan asmara antara Tiana dan Bimo, siap-siap kecewa kerana itu tidak akan terjadi, mereka murni berteman.
Tiana adalah seorang penulis, novelis lebih tepatnya. Dia cukup terkenal sampai di awal cerita ada bagian di mana cameo tak dikenal minta foto dengannya. Namun, dia mengalami masa surut dalam hidupnya dengan stuck alias tidak bisa menulis. Bayangkan saja seorang penulis yang seharusnya melahirkan karya, malah tidak bisa melanjutkannya karena kehabisan ide. Bukannya menghabiskan imajinasi, Tiana malah menghabiskan uang tabungannya untuk bayar kos dan beli semua peralatan rumah.
Dari pertama pun, kamu sudah pasti bisa menangkap bahwa Tiana bukan sosok yang periang. Dia bahkan tidak terlalu banyak tersenyum. Kecuali saat dia bicara pada Bimo, dia baru akan tertawa. Bimo adalah temannya sejak kecil di yayasan tempat dia dibesarkan. Setelah ayahnya pergi meninggalkan Ibunya secara kasar, Ibunya stres dan gantung diri di hadapannya.
Ah, for your information, sebelum ayahnya pergi keluarga Tiana juga tidak lebih baik. Ayah Ibunya selalu bertengkar dan membuat onar di rumah mereka sendiri. Tiana sang anak kecil pun lebih suka bersembunyi di lemari sambil menangis karena pertengkaran orangtuanya. Dari situ, Tiana menganggap bahwa tidak ada tempat seaman dan senyaman lemari. Bukan hanya sempit, lemari juga identik dengan gelap dan Tiana menikmati kegelapan itu. Dia bahkan suka sekali memejamkan mata sekalipun tidak untuk tidur. Dia suka membayangkan impiannya dengan mata yang tertutup.