Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Poster film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Sejak tayang di bioskop 17 Oktober 2024, film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis langsung mencuri perhatian penonton. Membawa isu-isu keluarga, film ini berfokus pada kisah keluarga Tari yang diwarnai konflik KDRT dan generational trauma.

Lewat akting luar biasa dari Prilly Latuconsina, Surya Saputra, dan Dominique Sanda, film ini sukses membawa emosi penonton naik turun. Namun, apakah film ini berhasil menyampaikan pesannya dengan baik? Yuk, simak ulasan lengkapnya!

1. Angkat isu KDRT dan mental health lewat keluarga Tari

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis berfokus pada isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kesehatan mental. Lewat keluarga Tari (Prilly Latuconsina), kita disuguhkan dengan gambaran nyata tentang bagaimana trauma dapat menghancurkan mental seseorang.

Meskipun narasinya tak sepenuhnya mulus, cara penyampaiannya terasa menyentuh dan relevan. Akting Prilly Latuconsina benar-benar memukau, begitu pula dengan Surya Saputra sebagai sang ayah yang abusif dan Dominique Sanda sebagai ibu yang penuh luka.

Alih-alih berlebihan, film ini berhasil menciptakan suasana hangat dan menohok di waktu yang bersamaan. Hubungan keluarga yang penuh konflik dibangun secara perlahan sehingga penonton bisa merasakan perjalanan emosional setiap karakter di dalamnya.

2. Menyoroti ekspektasi orangtua lewat karakter Baskara

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Selain fokus pada keluarga Tari, film ini juga menyoroti ekspektasi orangtua terhadap anaknya lewat karakter Baskara (Pradikta Wicaksono). Konflik batin yang dialami Baskara setelah gagal menjadi pebasket profesional jadi salah satu sub-plot yang menarik.

Konflik tentang ekspektasi dan kegelisahan yang dialami oleh anak sulung dicerminkan lewat Baskara. Cara sutradara Reka Wijaya menyentuhnya pun unik dan menyegarkan. Pergulatan batin Baskara dikemas secara halus sehinggga tetap related dengan penonton.

3. Klimaks yang menyentuh dan hangat

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Bagian terbaik dari Bolehkah Sekali Saja Kumenangis adalah klimaksnya yang menyentuh dan penuh emosi. Perjalanan Tari dan ibunya yang awalnya pasrah terhadap situasi keluarganya, lalu mulai berbenah dan berusaha memperbaiki semuanya, dibangun dengan penuh kesabaran.

Tarik ulur konflik yang semakin intens, terutama eskalasi kekerasan dari sang ayah pun membuat emosi campur aduk. Jadi ketika film mencapai klimaks, penonton ikut merasakan kepedihan karakternya. Tangisan Tari di puncak cerita begitu kuat sehingga mampu membuat emosi penonton turut meledak.

4. Narasi masih terpotong-potong, elemen drama yang kurang "ngena"

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Sayangnya, meski konflik utama keluarga Tari dieksekusi dengan baik, ada beberapa elemen cerita yang masih terpotong-potong. Alur narasinya tidak melulu mulus dan ada beberapa momen di mana ceritanya belum sepenuhnya "ngena." Beberapa subplot yang diangkat, seperti permasalahan Baskara, juga mendapat porsi yang kurang.

Meski begitu, hal ini tidak mengurangi nilai film secara keseluruhan. Pengemasan isu utama tentang KDRT tetap berhasil memberikan dampak emosional yang kuat, walau ada ruang untuk penyempurnaan dari segi narasinya.

5. Seberapa recommended Bolehkah Sekali Saja Kumenangis?

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (dok. Sinemaku Pictures/Bolehkah Sekali Saja Kumenangis)

Film ini memang mengangkat tema yang berat, terutama dengan adanya adegan-adegan KDRT yang cukup eksplisit. Jadi, kamu perlu bijak dalam menontonnya, terutama jika sensitif terhadap adegan abusive. Meski begitu, pesan penting tentang generational trauma dan keberanian untuk berbicara serta meminta bantuan tersampaikan dengan jelas. 

Lewat isu kesehatan mental dan trauma keluarga, film ini dapat menjadi contoh bahwa support group dan lingkungan yang mendukung sangat penting bagi korban KDRT. Bolehkah Sekali Saja Kumenangis adalah film yang wajib ditonton, terutama bagi kamu yang ingin mengetahui dinamika keluarga yang kompleks dan maladaptif.

Editorial Team