ilustrasi mikrofon (pixabay.com/connie_sf)
Sebelumnya, ramai dijelaskan salah satunya oleh LMKN, bahwa musik yang diputar di kafe, restoran, UMKM atau kegiatan lain yang bersifat komersial akan dikenakan royalti. Lalu, baru-baru ini WAMI menjelaskan bahwa lagu yang dimainkan dan diputar di acara hajatan pernikahan juga ada kewajiban pembayaran royalti.
"Pada prinsipnya ketika lagu digunakan di tempat umum, ada royalti yang harus dibayarkan kepada komposer. Mungkin kita bisa sama-sama bayangkan karya lagu itu seperti benda yang ada pemiliknya. Ketika ada yang mau menggunakan, maka selayaknya meminta izin ke pemiliknya. Dalam konteks penggunaan lagu di ruang publik (performing rights), cara meminta izin itu sudah diatur dalam Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu dengan pembayaran royalti dan pemberian lisensi oleh LMKN," kata Robert kepada IDN Times, Senin (11/8/2025).
Meskipun acara pernikahan tersebut tidak dibuka untuk publik, bersifat non-komersial, hingga digelar intimate terbatas untuk keluarga saja, kewajiban royalti tersebut tetap harus dibayarkan.
"Sebagai bahan pemikiran bersama, dalam pernikahan intimate-pun, ada vendor sound system, vendor lighting, fee performer yang dibayar. Bukankah selayaknya pencipta lagu yang karyanya digunakan juga mendapat pembayaran?" tegasnya.