5 Kesialan Song Ha Kyeong di Musim Panas dalam Drakor Last Summer

- Kedatangan Baek Do Ha yang selalu mengguncang hidupnya
- Rumah 'kacang' yang tak kunjung bisa ia lepaskan
- Konflik hukum yang muncul tanpa alasan jelas
Bagi sebagian orang, musim panas identik dengan liburan, laut, dan momen hangat penuh kenangan. Namun bagi Song Ha Kyeong (Choi Sung Eun) dalam drama Last Summer, musim panas justru selalu datang bersama kesialan dan luka lama yang tak kunjung sembuh. Alih-alih membawa keceriaan, musim panas baginya seperti pengingat pahit tentang seseorang yang dulu pernah ia tunggu dan tentang hidup yang tak berjalan sesuai harapan.
Setiap tahun, musim panas mengembalikan Song Ha Kyeong pada rumah yang sama, kenangan yang sama, dan rasa bersalah yang tak pernah benar-benar pergi. Dalam keindahan cahaya sore dan suara jangkrik yang nostalgik, selalu ada hal yang salah, seolah semesta bersekongkol untuk menguji kesabarannya. Berikut lima kesialan yang selalu menghantui Song Ha Kyeong setiap musim panas dalam drakor Last Summer.
1. Kedatangan Baek Do Ha yang selalu mengguncang hidupnya

Musim panas seharusnya jadi waktu istirahat, tapi bagi Song Ha Kyeong, justru saat paling melelahkan. Setiap kali Baek Do Ha (Lee Jae Wook) datang ke Korea, hidupnya seolah ikut berantakan. Baek Do Ha membawa kembali masa lalu, rasa rindu, penyesalan, dan pertengkaran yang tak selesai.
Meskipun Song Ha Kyeong berusaha menjaga jarak, kehadiran pria itu tetap mengguncang kestabilannya. Musim panas baginya bukan sekadar perubahan cuaca, melainkan siklus emosional yang terus berulang tanpa solusi.
2. Rumah 'kacang' yang tak kunjung bisa ia lepaskan

Salah satu kesialan terbesar Ha Kyeong adalah rumah warisan keluarga yang ia sebut “rumah kacang”. Rumah itu dipenuhi kenangan manis dan pahit, tetapi justru menjadi beban di hidupnya.
Setiap kali ia berusaha menjualnya, selalu ada hal yang menghalangi, calon pembeli yang gagal, surat somasi, atau bahkan Baek Do Ha sendiri yang menolak melepaskannya. Seolah rumah itu memiliki jiwa sendiri yang menolak untuk pergi, membuat Song Ha Kyeong terus terikat pada masa lalu yang ingin ia lupakan.
3. Konflik hukum yang muncul tanpa alasan jelas

Kesialan berikutnya datang dalam bentuk yang lebih serius: surat somasi dan urusan hukum yang tiba-tiba menyeret namanya. Bukan hanya melelahkan secara administratif, tapi juga secara emosional. Song Ha Kyeong merasa diperlakukan tidak adil, terlebih ketika orang yang menentangnya adalah seseorang yang dulu pernah ia percayai sepenuh hati, Baek Do Ha. Konflik ini mempertegas betapa rumitnya hidup Ha Kyeong, setiap langkah untuk maju selalu dihadang oleh masa lalu yang menuntut perhatian.
4. Rencana hidup yang terus berantakan

Song Ha Kyeong dikenal sebagai wanita rasional yang suka merencanakan segala hal dengan rapi. Namun entah kenapa, setiap musim panas, semuanya justru berantakan. Proyek kantor terbengkalai, rencana keuangan kacau, bahkan hubungan pribadinya pun tak menentu.
Musim panas yang seharusnya menjadi waktu jeda justru membuatnya semakin kehilangan arah. Ia berusaha menjaga kendali, tapi kenyataannya, semakin keras ia menggenggam, semakin banyak hal yang terlepas dari tangannya.
5. Kenangan yang terus menghantui, meski ia ingin melupakan

Kesialan terbesar Song Ha Kyeong bukanlah masalah rumah, pekerjaan, atau uang, melainkan ingatan yang tidak bisa ia hapus. Setiap tempat, setiap aroma, bahkan setiap suara hujan musim panas membawa kembali bayangan Baek Do Ha dan hari-hari yang tak akan terulang.
Ia telah mencoba memulai hidup baru, tapi hatinya tetap tertinggal di masa lalu. Bagi Song Ha Kyeong, musim panas adalah kutukan yang datang setiap tahun, indah di luar, tapi menyakitkan di dalam.
Musim panas bagi Song Ha Kyeong di Last Summer bukan sekadar perubahan musim, tapi juga perjalanan batin yang penuh luka dan ironi. Setiap kesialan yang ia alami seolah mengingatkan bahwa hidup tidak selalu memberi kesempatan kedua, bahkan ketika hati masih ingin memperbaiki yang rusak. Dalam balutan nostalgia dan sinar matahari yang menipu, Last Summer memperlihatkan bahwa kadang, kesialan terbesar bukan datang dari luar, melainkan dari perasaan yang tidak pernah benar-benar selesai kita lepaskan.


















