7 Fantasi Gila Yoon Jo Kyun tentang Cintanya sebagai Ayah pada Seo Se Hyun Hunter with a Scalpel

Di balik statusnya sebagai dokter forensik jenius, Seo Se Hyun (Park Ju Hyun) menyimpan masa lalu kelam bersama ayahnya, Yoon Jo Kyun (Park Yong Woo), seorang psikopat berdarah dingin. Di kilas balik masa kecilnya, Se Hyun ternyata dijadikan “asisten” pembunuhan yang dilakukan ayahnya sendiri.
Bagi Jo Kyun, itu bukan sesuatu yang salah. Itu adalah cinta seorang ayah yang diungkapkan lewat darah dan pembunuhan. Ia membungkus obsesinya pada Se Hyun dengan narasi "cinta ayah dan anak", seolah-olah kekerasan yang ia lakukan adalah bagian dari ikatan darah yang tak bisa ditolak di antara mereka.
Bikin merinding, inilah tujuh fantasi gila Jo Kyun tentang cintanya sebagai Ayah pada Se Hyun.
1. Jo Kyun selalu menekankan pada Se Hyun kalau putrinya itu beda dari anak lain. Ia mengisolasi Se Hyun dari dunia luar, agar dia hanya merasa terhubung pada ayahnya
2. Bagi Jo Kyun, hubungan darah yang sama adalah takdir yang sama. Ia percaya Se Hyun harus menikmati membunuh seperti dirinya
3. Alih-alih merasa bersalah telah melibatkan Se Hyun dalam pembunuhan sejak kecil, Jo Kyun membalik narasi kalau dia tidak menyiksa anaknya, tapi membentuknya
4. Jo Kyun memaknai pembunuhan yang ia lakukan bersama Se Hyun sebagai pekerjaan “dinas luar”. Gila!
5. Bagi Jo Kyun, luka batin Se Hyun adalah “hambatan” terbesar. Ia percaya bahwa kalau Se Hyun bisa menerima sisi gelapnya, mereka bisa “berkarya” bersama
6. Ketika Se Hyun mengotopsi korban yang ia bunuh, Jo Kyun pun malah merasa seperti sedang “kerja tim” lagi dengan anaknya. Bikin merinding!
7. Jo Kyun yakin bahwa Se Hyun harus mengikuti jejaknya karena mereka punya hubungan darah yang “spesial”. Di sisi lain, Se Hyun menolak takdir yang dibentuk ayahnya tersebut
Hunter with a Scalpel menampilkan hubungan rumit antara seorang ayah psikopat dan putrinya yang menolak takdir kelam yang diwariskan padanya. Dalam benturan antara cinta yang menyimpang dan keinginan untuk bebas, mampukah Se Hyun benar-benar melepaskan diri dari obsesi narsistik sang ayah?