Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Belajar dari Korea agar Film Indonesia Mendunia

Belajar dari Korea agar Film Indonesia Mendunia
Poster film Parasite (dok. CJ Entertainment)
Intinya sih...
  • Squid Game dan Parasite lebih banyak menerima dukungan dari perusahaan besar seperti CJ. Pemerintah Korea Selatan berencana menghidupkan kembali industri film dengan cara meningkatkan jumlah penonton film lokal.
  • Film-film Indonesia jarang ditayangkan di bioskop reguler di Korea Selatan. Chun menyarankan Indonesia bisa menayangkan film dengan genre horor, karena tema itu juga digemari warga Negeri Ginseng.
  • Film Asia yang berhasil tembus nominasi Oscar rata-rata harus menggandeng publisher internasional. Biaya yang dibutuhkan untuk menggaet publisher internasional
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perjalanan film Sore: Istri dari Masa Depan di ajang Oscar 2026 terhenti. Film karya sutradara Yandy Laurens itu tak berhasil masuk daftar pendek untuk kategori Best International Feature Film yang dirilis situs resmi Academy Awards ke-98. 

Nasib serupa juga terjadi pada film Women from Rote Island. Film yang disutradarai Jeremias Nyangoen itu juga gagal menembus nominasi ajang Piala Oscar 2025. Di sisi lain, Korea Selatan sudah lama melaju menembus ajang prestis Oscar. 

Lewat Parasite yang dirilis pada 2019, film besutan Bong Joon-Ho itu berhasil menyabet empat Oscar sekaligus. Mereka berhasil meraih penghargaan film terbaik, sutradara terbaik, film internasional terbaik, dan best original screenplay. Selain itu, Parasite juga menorehkan sejarah karena menjadi film Berbahasa non-Inggris pertama dalam sejarah Oscar yang memenangkan penghargaan film terbaik. 

Tetapi, Parasite bukan hasil pekerjaan satu malam. Butuh usaha konsistensi puluhan tahun, termasuk dari pemerintah, sehingga industri perfilman Korea Selatan bisa menembus dan mendapat pengakuan dari dunia internasional. 

Direktur Program Film Internasional di Busan Cinema Centre, Chun Hye-jin, mengatakan hal itu dimulai dari kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Korsel, salah satunya lewat revisi Undang-Undang Promosi Film yang direvisi pada 1996. 

"Salah satu kebijakannya adalah adanya kuota layar film lokal. Di mana film-film lokal Korea wajib diputar selama 146 hari per tahun. Sayangnya pada 2006, kuota itu berkurang menjadi 76 hari saja dalam satu tahun," ujar Chun ketika memberikan paparan dalam lokakarya Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, awal Desember 2025. 

Ia mengatakan keberadaan Festival Internasional Film Busan (BIFF) juga menjadi salah satu pondasi penting bagi kebangkitan film Korea. Digelar kali pertama pada 1996, BIFF dihadiri sekitar 186 ribu pengunjung. 

"BIFF ini juga menjadikan Busan sebagai kota sinema dan menginspirasi generasi baru untuk membuat film yang berkontribusi besar terhadap berkembangnya sinema dan talent-talent film," tutur Chun. 

Dengan adanya pertumbuhan eksponensial lewat pengenalan sistem kuota layar, lonjakan modal swasta dan pembentukan ekosistem kreatif yang berpusat pada sutradara, maka berkontribusi signifikan pada pangsa pasar film lokal. Terbukti pada 2002, pangsa pasar film Korea mencapai 50 persen. 

1. Lebih banyak kontribusi swasta yang dorong film Korea ke panggung global

Belajar dari Korea agar Film Indonesia Mendunia
Program Director untuk International Film, Busan Cinema Centre, Chun Hye-Jin (kiri). (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, ketika IDN Times tanyakan apa kontribusi dari pemerintah, sehingga film Korea bisa tembus panggung Hollywood, Chun justru menyebut itu semua lebih banyak kontribusi dari pihak swasta. 

"Film-film yang sukses seperti Squid Game dan Parasite lebih banyak menerima dukungan dari perusahaan besar seperti CJ. Salah satu support yang diberikan seperti fee promotion atau biaya promosi untuk film-film tersebut," ujar dia.

Meski begitu, Chun mengakui kontribusi dari pemerintah tetap ada. Salah satunya Pemerintah Korea Selatan berencana menghidupkan kembali industri film dengan cara meningkatkan jumlah penonton film lokal. 

Laman Korea JoongAng Daily pada Rabu, 24 Desember 2025 melaporkan Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata akan mengumumkan rencana pembelian tiket film di bioskop berbasis langganan. Caranya, pemerintah menawarkan paket menonton seharga 24.000 Won atau Rp290 ribu untuk menonton empat judul film. 

Dengan kebijakan itu, kata Chun, penonton hanya perlu membayar 6.000 Won atau Rp71 ribu per judul film. Pemerintah bakal memberikan subsidi 15.000 Won atau Rp176 ribu. Sehingga, warga Korea hanya perlu mengeluarkan biaya 9.000 Won atau setara Rp106 ribu. Kebijakan itu direncanakan akan berlaku pada 2027.

Wakil Menteri Budaya, Kim Young-soo, mengatakan biaya produksi film dan investasi baru akan balik modal bila warga kembali menonton film di bioskop. Sementara, para sineas lebih suka membuat film untuk ditayangkan di platform OTT, lantaran nilai investasinya jelas kapan akan kembali. 

"Lebih banyak produser sekarang menyasar platform streaming dan investasi di film bioskop dianggap lebih berisiko, karena jumlah penonton merosot drastis. Hal itu seiring dengan pola dan kebiasaan menikmati hiburan yang berubah," ujar Kim. 

2. Film Indonesia jarang tayang di Korsel karena perbedaan selera

Belajar dari Korea agar Film Indonesia Mendunia
Poster film Sore: Istri dari Masa Depan (dok. Cerita Films/Sore: Istri dari Masa Depan)

Chun juga mengakui film-film Indonesia jarang ditayangkan di bioskop reguler di Korea Selatan. Salah satu kesulitan yang dihadapi film Indonesia, yakni soal perbedaan selera. Ia pun menyarankan Indonesia bisa menayangkan film dengan genre horor, karena tema itu juga digemari warga Negeri Ginseng. 

"Tapi film bergenre horor bisa menjadi salah satu yang masuk ke dalam industri perfilman Korea. Seperti di Thailand yang memiliki ciri khas boys love," kata dia. 

Chun mendorong juga melakukan promosi, sehingga ketika warga Korea mendengar film Indonesia secara otomatis mengasosiasikan film horor. "Ini bisa menjadi titik awal pengenalan film Indonesia bagi warga Korea. Bahwa film Indonesia seru juga ya," tutur dia. 

3. Butuh dana besar untuk film Indonesia agar bisa tembus Oscar

Belajar dari Korea agar Film Indonesia Mendunia
Jeremias Nyangoen dan poster film Women from Rote Island (Instagram.com/jeremiasnyangoen | Instagram.com/raffinagita1717)

Sementara, sutradara film Woman From Rote Island, Jeremias Nyangeon dalam wawancara bersama IDN Times menyebut butuh upaya hingga dana besar, serta dukungan dari pemerintah agar hal film-film Indonesia bisa tembus nominasi Oscar. Tanpa bantuan dari pemerintah, maka hal itu sulit terealisasi. 

"Kalau saya hanya bisa mengatakan, bahwa sulit ya kita bisa tembus kalau pemerintah kita juga tidak turun tangan. Biasanya bukan hanya bicara kualitas film saja, tetapi untuk tembus ke sana, nominasi saja, itu membutuhkan effort yang besar. Dana yang cukup besar," ungkap Jeremias pada September 2025.

Ia menjelaskan film Asia yang berhasil tembus nominasi Oscar rata-rata harus menggandeng publisher internasional. Biaya yang dibutuhkan untuk menggaet publisher internasional bisa mencapai Rp1,5 sampai Rp2 miliar.

"Publisher itu yang akan mengatur bahwa film-film kita, film nominator, nominasi, atau yang sudah lolos seleksi untuk diputar di sejumlah negara bagian," lanjutnya. 

Ia juga mengaku mengetahui fakta tersebut baru-baru ini. Selanjutnya, film yang dikirim juga butuh menggelar pemutaran khusus di negara-negara lain. Tujuannya agar film tersebut makin dikenal masyarakat luas, sehingga kemungkinan untuk bisa masuk nominasi akan makin besar.

"Pemutaran di tempat-tempat khusus, bisa di bioskop atau apa, karena saya belum pernah, saya tidak tahu. Tapi ya di sejumlah negara bagian. Asumsi saya dan teman-teman, bahwa mungkin diputar di sejumlah bioskop atau tempat khusus pemutaran film, misalnya museum. Nah, itu kan butuh biaya, paling tidak tiga sampai tujuh negara bagian," ujar sutradara yang pernah membintangi film Kanibal - Sumanto (2004) itu.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in Korea

See More

9 Kronologi Kang Sang Ung Memiliki Kekuatan Supranatural di Cashero

30 Des 2025, 17:57 WIBKorea