Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cuplikan drama Korea Pro Bono
Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Drama Pro Bono tak sekadar menghadirkan konflik hukum di ruang sidang. Lewat kasus-kasus yang tampak sederhana tapi menyakitkan, drama ini perlahan menelanjangi satu hal tentang kemunafikan sosial.

Masyarakat gemar mengulang nilai-nilai luhur tentang keadilan, kehidupan, dan kemanusiaan, tetapi sering kali absen saat nilai-nilai itu menuntut tanggung jawab nyata. Inilah tujuh bentuk kemunafikan sosial yang secara telanjang dibongkar Pro Bono.

1. Masyarakat berkata bahwa setiap kehidupan berharga. Namun ketika kehidupan itu lahir dalam kondisi disabilitas, dukungan nyata nyaris tak ada

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

2. Gang Hun dipaksa lahir atas nama moral, lalu dibiarkan tumbuh dalam penderitaan tanpa sistem yang benar-benar melindunginya

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

3. Mengaku disabilitas, tapi menolak kehadiran mereka. Warga menolak pembangunan sekolah luar biasa karena dianggap menurunkan harga properti

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

4. Sikap “terlalu baik” pada penyandang disabilitas sering kali hanyalah topeng. Di balik senyum dan kata penyemangat, terselip rasa ketidaknyamanan

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

5. Nilai agama digunakan untuk menolak aborsi dan mengontrol tubuh perempuan, tapi ironisnya tidak diikuti dengan perlindungan setelahnya

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

6. Sebagaimana hidup Jeong So Min yang dipaksa melahirkan demi prinsip moral, lalu ditinggalkan menghadapi hidup yang jauh dari kata layak

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

7. Beberapa instansi merasa telah menjalankan “kewajiban moral”. Namun ketika keputusan mereka menimbulkan luka, tidak ada yang mau bertanggung jawab

Cuplikan drama Korea Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Lewat Pro Bono, penonton diajak bercermin bahwa nilai-nilai luhur akan selalu terdengar kosong jika tidak disertai keberanian untuk menanggung konsekuensinya. Pada akhirnya, Pro Bono mengajak kita bertanya: apakah kita benar-benar peduli pada keadilan, atau hanya nyaman dengan citranya saja?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team